Studi: Covid-19 Bikin Otak Mengecil

CNN Indonesia
Rabu, 27 Apr 2022 17:13 WIB
Studi terbaru menunjukkan bahwa Covid-19 dengan gejala ringan sekalipun berpotensi mengecilkan otak.
Studi terbaru menunjukkan bahwa Covid-19 dengan gejala ringan sekalipun berpotensi mengecilkan otak.(iStock/Lars Neumann)

Jacques Hugon, ahli saraf di Rumah Sakit Universitas Paris Lariboisiere, menambahkan bahwa dirinya tidak memastikan penyebab kerusakan tersebut.

"Kami tidak tahu persis apa yang terjadi di otak," kata Hugon yang memperkirakan kerusakan otak akibat Covid-19 akan berkembang menjadi berbagai gangguan neurodegeneratif.

"Kami tidak tahu pasti saat ini, tetapi itu adalah risiko, dan kami harus memantau [pasien] dengan sangat hati-hati untuk tahun-tahun mendatang."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jauh sebelum penelitian itu dilakukan, infeksi virus Covid-19 diketahui menyebabkan gangguan kognitif jangka panjang. Hal itu dikarenakan Covid-19 mempengaruhi pernapasan, sehingga otak pasien kekurangan oksigen, seperti yang terlihat dalam data otopsi dari Finlandia.

Dalam kasus yang jarang terjadi, Covid-19 juga dapat merusak otak dengan menyebabkan ensefalitis, yaitu peradangan otak. Secara lebih luas, Covid-19 menimbulkan respons imun yang memicu badai protein disebut sitokin dan peradangan di seluruh tubuh.

Peradangan jangka panjang telah terbukti meningkatkan penurunan kognitif dan penyakit neurodegeneratif sehingga dapat menyebabkan degenerasi saraf di antara para penyintas Covid-19.

Covid-19 juga meningkatkan risiko pembekuan darah hingga enam bulan, yang membuat jaringan otak kekurangan oksigen dan berakibat stroke. Bahkan, seorang pasien Covid-19 meninggal karena darah beku bersarang di kapiler otak.

Shot of a young businesswoman experiencing a stressful day at workFoto: Istockphoto/Cecilie_Arcurs
ilustrasi pusing

Tak hanya menyebabkan stroke, Covid-19 juga memicu beberapa gangguan neurologis. Beberapa ilmuwan bahkan khawatir bahwa orang yang selamat dari Covid-19 dapat berisiko lebih tinggi terkena penyakit Alzheimer.

Menurut laporan, pasien Covid-19 berusia masih muda meninggal karena ada protein yang disebut beta-amyloid di otaknya.

Studi juga menemukan bukti langsung virus SARS-CoV-2 menyerang otak. Sebuah studi yang digagas oleh Institut Kesehatan Nasional AS, menunjukkan virus SARS-CoV-2 menyebar jauh melampaui paru-paru dan saluran pernapasan.

Studi ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan sistem kekebalan untuk membersihkan virus dari tubuh bisa menjadi kontributor potensial untuk gejala Covid-19 yang berkepanjangan, termasuk pemicu kabut otak.

Seperti yang diketahui sejumlah penyintas Covid-19 di Amerika mengeluh gangguan kognisi, yang biasa digambarkan sebagai kabut otak. Mereka mengalami hilang ingatan akut, konsentrasi yang buruk, melamun di tengah percakapan, hingga gagal mengucapkan sebuah kata dalam satu kalimat.

Dilaporkan bahwa sekitar 80 juta orang Amerika yang sembuh dari Covid-19, satu dari setiap empat orang di antaranya menderita gangguan kognisi, yang biasa digambarkan sebagai kabut otak. Istilah itu sebenarnya bukan istilah medis.

Namun, Edward Shorter, seorang profesor psikiatri di University of Toronto, mengatakan bahwa istilah itu kini sangat umum digunakan untuk menggambarkan serangkaian gejala.

Gejala yang dimaksud adalah kebingungan, kesulitan menemukan kata-kata, kehilangan memori jangka pendek, pusing, atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi yang dialami oleh penyintas Covid-19.

(nel/chs)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER