Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, kembali menyelenggarakan perayaan tradisi Sesaji Rewanda setelah sempat terhenti selama dua tahun akibat pandemi COVID-19. Perayaan berlangsung di Goa Kreo, Sabtu (21/5).
Wali Kota yang akrab disapa Hendi itu memberikan apresiasi kepada warga sekitar yang juga turut serta meramaikan serta menjaga kelestarian budaya asli yang berasal dari Kota Semarang tersebut.
"Sesaji rewanda itu kegiatan yang rutin dilakukan tapi memang 2 tahun terakhir kita off-kan karena situasi pandemi. Jadi temanya adalah bagaimana kemudian bentuk sebuah budaya luhur sebagai wujud rasa terma kasih Sunan Kalijaga kepada kera-kera yang ada di sini yang ada di Goa Kreo," jelas Hendi.
Hendi menyampaikan perayaan ini menjadi salah satu bentuk budaya untuk menghormati kebudayaan yang harus dilestarikan. Selain untuk menghormati dan meneruskan budaya bangsa, dirinya juga mengharapkan tradisi ini bisa menjadi salah satu langkah mendorong tempat wisata di Kota Semarang untuk bisa bangkit lagi setelah pandemi, untuk membantu menumbuhkan perekonomian di Kota Semarang.
Hendi terus mendorong adanya peningkatan kunjungan wisatawan ke Kota Semarang agar dapat menggerakkan ekonomi di wilayah yang dipimpinnya. Ia pun berharap wisatawan yang datang ke tempat wisata di Kota Semarang terlibat dalam aktivitas ekonomi setempat, bukan hanya sekedar berkunjung.
"Terima kasih kepada wisatawan yang datang ke Kota Semarang. Tapi ya jangan jadi Rohali, atau rombongan hanya lihat-lihat saja. Mari jadi Rojali, rombongan jajan dan beli, supaya ekonomi kita tumbuh," cetus Hendi.
"Maka Alhamdulillah hari ini bertepatan dengan kegiatan Jambore Nasional KOMPAKSI API di Kota Semarang, sehingga para peserta juga bisa terlibat dalam agenda wisata yang kita selenggarakan," imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, Hendi juga menceritakan mengenai sejarah terbentuknya tradisi sesaji Rewanda. Ia menerangkan tradisi tersebut dimulai dari Sunan Kalijaga saat mendirikan Masjid Demak dibantu kera-kera di Goa Kreo.
"Karena pada saat beliau ingin mendirikan Masjid Demak itu Soko Gurunya atau Kayu Jatinya itu diambil dari sekitar Gunung Pati di Kreo itu yang kemudian dibantu oleh kera-kera sampai kemudian beliau bisa membangun Masjid Demak. Sehingga menurut sejarah beliau kemudian selalu memberikan upeti atau sesaji kepada para kera kemudian diteruskan hingga sekarang," ujar Hendi.