Jakarta, CNN Indonesia --
"Hello, Madame. Do you need some help?"
Kelakar dan senda gurau Jamal si pemandu wisata terhenti saat melihat tamu masuk ke kawasan Candi Borobudur. Padahal sebelumnya, ia masih duduk santai dengan pemandu wisata lainnya.
Entah apa yang pria-pria paruh baya ini bicarakan, tapi mereka tampak begitu asyik dengan apa yang dibahas, sekalipun saat itu di kawasan Candi Borobudur panas masih menyengat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka semua mengenakan seragam khusus pemandu wisata dari pengelola Taman Wisata Candi Borobudur. Di bagian dada kirinya tersemat bordiran burung cendrawasih bewarna kuning keemasan yang menandakan tingkat keahliannya.
Tak aneh, Jamal memang sudah menjalani profesi ini selama 20 tahun. Saat itu ia ditawari oleh sang kakaknya untuk bekerja menjadi pramuwisata.
Kakaknya memberikan lembaran koran yang tertulis bahwa Candi Borobudur membutuhkan seorang pemandu wisata.
"Saya ingat betul, siang-siang saya dikasih koran sama kakak saya. 'Ini lho ada kerjaan jadi tour guide di Borobudur, udah sana kamu ikutan biar gak diam di rumah'. Saya lihat dan saya langsung tertarik," kenang Jamal.
Jamal pun mengenang lagi ketika dirinya mempelajari materi tentang Candi Borobudur. Sesekali ia diam sejenak untuk mengingat lagi seperti apa yang ia lakukan saat itu.
Pelan-pelan ia menceritakan bagaimana ia bisa menghapal materi tentang Candi Borobudur. Seingat dia, selama pelatihan, ia mendapatkan buku yang telah disediakan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang.
"Jadi gak mungkin juga kan asal kasih tahu ke tamu apalagi tamu dari luar negeri. Jadi memang harus hapal setelah itu nanti ujian, kalau lolos baru nanti diberikan sertifikat," cerita Jamal.
Sesekali ia juga tertawa bagaimana ia menghapal tiap tingkatan di Candi Borobudur. Walaupun ia pernah diajarkan saat sekolah, tapi namanya susah untuk dihapalkan.
Ada tiga tingkatan di Candi Borobudur seperti dalam kosmologi Buddha. Paling bawah diberi nama Kamadhatu (ranah hawa nafsu), bagian tengah Rupadhatu (ranah berwujud), dan paling atas Arupadhatu (ranah tak berwujud).
Belum lagi di setiap tingkatan terdapat relief yang jumlahnya 1.460 terukir pada dinding dan pagar langkan.
Selain materi tentang candi, kemampuan lain Jamal juga diasah dari tingkah laku saat menerima tamu hingga bahasa. Tak disangka, Jamal telah menguasai 3 bahasa asing yaitu bahasa Inggris, bahasa Korea, dan bahasa Prancis.
Meski tak terlalu fasih, tapi ia yakin bahwa tamu yang ia temani mengerti apa yang ia ucapkan.
 Foto: AFP/AGUNG SUPRIYANTO |
Suka Duka Seorang Pencerita Candi Borobudur
Selama bercerita dengan Jamal, kawan-kawannya yang lain tak henti-hentinya menyapa para tamu sambil menawarkan jasanya. Namun tak semua tamu yang datang menerima tawaran Jamal dan teman-temannya. Jika 'ditolak' mereka akan duduk kembali di pelataran yang berada di bawah pohon beringin yang rimbun.
Saat itu, seorang kawan Jamal, Sutikna, baru saja ditolak jasanya oleh seorang tamu.
"Yo ngono iku. Ono senenge ono sedihe kalau jadi tour guide, ("Ya begitu mbak, ada sedih dan senangnya kalau jadi tour guide-red)," celetuk Sutikna setelah ia ditolak jasanya oleh tamu yang datang.
Mendengar celetukan Sutikna, Jamal dan kawan-kawan yang lain menanggapinya dengan tertawa renyah. Sehari-harinya, para pencerita kisah Borobudur ini bekerja sejak pukul 07.00 WIB sampai 16.30 WIB. Sebelum pandemi, setidaknya dalam sehari 3-5 tamu bisa digaetnya, kebanyakan adalah tamu asing.
"Kalau selama pandemi untung-untungan, bisa dapat 2 tamu sudah bersyukur," katanya.
Sembari mengingat-ingat, dia mengungkapkan pernah ada masa di mana Borobudur menerapkan pembelian tiket masuk wajib memakai tour guide. Namun, dia tak berhasil mengingat kapan tepatnya hal itu terjadi sampai akhirnya dicabut kembali.
Sekali memandu para pelancong, tarifnya Rp150-200 ribu per dua jam. Sedangkan untuk turis asing sekitar Rp500-750 ribu per dua jam. Namun tarif ini masih ada bagian atau persenan yang harus diberikan ke pengelola. Tapi dia sendiri enggan menyebut berapa persen yang harus diberikannya.
Meski demikian, peluh yang menetes tiap kali memandu tamu ini terbayarkan dengan kesenangan hatinya akan antusiasme pengunjung soal Borobudur.
 Foto: AFP/GOH CHAI HIN |
"Senang kalau misal ada tamu yang pakai jasa, nah tapi pas pakai jasa kok orang yang ditemani malah minta waktu yang lebih lama lebih dari 3 jam," kata Jamal.
Jamal mengaku dia kewalahan kalau ada tamu yang memintanya waktu yang lebih lama. Selain rasa lelah karena terus bercerita, ia menganggap itu sudah melebihi batas waktu seorang pramuwisata. Batas minimal tour guide adalah 1 jam dan maksimal 3 jam.
Sebenarnya tidak masalah apabila tamu memberikan tip lebih saat melewati batas waktu. Hal itu berbeda saat ada tamu yang tidak memberikan tip.
"Jadinya cuman dapet haus aja hahahaha," ucapnya disambung tawa.
Senyum Jamal pun mengembang ketika mengenang momen kegembiraannya menjadi seorang pramuwisata. Ia mengaku senang saat dirinya bisa menemani rombongan tamu dari luar negeri.
Ada sebuah kebanggaan tersendiri ketika bisa menceritakan kemegahan arsitektur Candi Borobudur yang tak bisa ditemui di tempat lain. Ia pun tak menampik bahwa keuntungan yang ia dapatkan lebih besar saat menemani rombongan lebih besar ketimbang perseorangan.
"Jadinya cukup untuk menghidupi keluarga saya. Bisa buat nabung, nyekolahin anak sama istri masak," cerita Jamal.
Jamal juga mengingat kembali momen dukanya saat menjadi seorang pencerita. Sering ditolak wisatawan lokal yang kadang terlihat merasa lebih tahu.
Tamu itu pun kadang tak segan-segan memperlihatkan keangkuhannya dengan merasa lebih paham dan lebih tahu.
"Enggak masalah kalau mau nolak, tapi kalau misal sampai bilang seperti itu rasanya kok seperti profesi kami enggak dihargai," keluh Jamal.