Thailand Legalkan Ganja, Kenali Efek Ganja di dalam Tubuh

CNN Indonesia
Rabu, 15 Jun 2022 17:42 WIB
Thailand bergabung dengan beberapa negara lain yang sudah melegalkan penggunaan ganja. Namun bagaimana sebenarnya efek ganja buat tubuh? (Getty Images/Lauren DeCicca)
Jakarta, CNN Indonesia --

Thailand sudah melegalkan penggunaan ganja di negaranya. Bahkan Bangkok menggelar pameran Ganja dan Rami 360 derajat untuk Rakyat di Sirkuit Internasional Chang, Provinsi Buri Ram beberapa waktu lalu usai pelegalan ganja. 

Bangkok Post melaporkan, dalam acara itu Kementerian Pertanian Thailand membagikan ganja gratis, sementara sektor swasta dan perusahaan masyarakat menjual tanamannya.

Menurut kantor kesehatan Provinsi Buri Ram, pameran itu menarik 66.888 pengunjung dan 218.790 penonton online. Selama acara, penjualan bibit ganja dan produk terkait mencapai hampir 10 juta baht atau sekitar Rp4,2 miliar.

Pemerintah Buri Ram menyatakan, tak ada laporan soal efek samping yang tak diinginkan di antara konsumen ganja. Menurut mereka, acara itu juga mendidik masyarakat setempat tentang penggunaan ganja yang aman.

Selain Thailand, ada berbagai negara lain yang sudah melegalkan penggunaan ganja. Tanaman ganja di sejumlah negara mulai dilegalkan untuk berbagai manfaat, di antaranya sebagai terapi kesehatan.

Namun, apakah ganja bermanfaat buat tubuh dan juga kesehatan?

Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Cornell University, Amerika Serikat mengungkap jika legalisasi ganja di sejumlah negara bagian AS memicu penurunan permintaan resep obat anti depresi, obat tidur dan nyeri.

Analisis penelitian itu diambil dari data Center for Medicare and Medicaid Services di 50 negara bagian di AS, dari 2011 hingga 2019.

Penelitian itu juga menyebut jika penggunaan ganja untuk mengobati kondisi medis, menghasilkan beberapa orang jadi jarang datang ke dokter untuk berobat.

Pada akhir 2020 Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merestui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia dan bisa digunakan untuk keperluan medis.

Usulan ganja untuk dihapus dalam daftar kategori obat berbahaya telah diusulkan selama 59 tahun terakhir. Keputusan ini juga dapat mendorong untuk menguak khasiat pengobatan ganja.

Kandungan Tetrahidrokanabinol (THC) bertanggung jawab atas efek ganja pada kondisi mental seseorang. Namun beberapa tanaman ganja mengandung sangat sedikit THC, menurut laporan Pusat Nasional untuk Kesehatan Komplementer dan Integratif Inggris.

Kandungan dronabinol pada ganja bisa digunakan untuk mengobati rasa mual dan muntah akibat kemoterapi kanker. Selain itu juga dronabinol bisa digunakan untuk mengobati kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan pada penyintas HIV/AIDS.

Ganja disebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi atau gangguan mental umum yang dapat berdampak buruk pada kesehatan dan kesejahteraan.

Berdasarkan catatan WHO, depresi menjadi penyumbang kecacatan tunggal terbesar di seluruh dunia, sedangkan gangguan kecemasan menempati peringkat keenam.

Kandungan CBD telah menjadi salah satu pengobatan untuk depresi dan kecemasan.

Para ilmuwan telah menemukan komponen tertentu dari mariyuana, termasuk CBD bertanggung jawab atas efek penghilang rasa sakit.

Di dalam tubuh manusia mengandung sistem khusus yang disebut sistem endocannabinoid (ECS) yang terlibat mengatur berbagai fungsi termasuk tidur, nafsu makan, nyeri dan respons sistem kekebalan.

Penelitian yang diunggah di National Library of Medicine mengungkap CBD membantu mengurangi nyeri kronis dengan memengaruhi aktivitas reseptor endocannabinoid, mengurangi peradangan, dan berinteraksi dengan neurotransmitter.

Foto: AFP/MLADEN ANTONOV
Ganja

Sekitar 50 negara mengizinkan pasien untuk menggunakan resep ganja medis -- tanaman itu mengatasi rasa sakit kronis pada orang dewasa yang lebih tua, dapat membantu beberapa penderita insomnia tidur dan meredakan muntah dan mual yang dialami pasien kanker setelah menjalani kemoterapi -- tetapi hanya Kanada dan Uruguay yang mengizinkannya digunakan untuk bersenang-senang.

Menggunakan ganja dapat menyebabkan gangguan otak dan lainnya. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, penelitian terbaru memperkirakan bahwa "kira-kira 3 dari 10 orang yang menggunakan ganja memiliki gangguan penggunaan ganja," semacam ketergantungan.

Namun penggunaan ganja secara medis ini harus didasarkan pada resep dokter dan dipantau oleh dokter yang berwenang. Penggunaan ganja tidak bisa sembarangan dan tanpa kontrol medis karena berpotensi menyebabkan ketergantungan dan penyalahgunaan.

Pejabat kesehatan Thailand khawatir ganja disalahgunakan untuk keperluan rekreasi terutama bagi para kaum muda, sebab dianggap bisa menghambat kinerja otak dalam belajar atau bodoh.

Direktur Jenderal Departemen Pelayanan Kesehatan Thailand, Somsak Akksilp, memperingatkan kepada kelompok usia di bawah 25 tahun bahwa ganja tak digunakan untuk keperluan rekreasi.

"Dampak ganja ke otak dan sistem saraf. Terutama terhadap siswa, bisa mempengaruhi kemampuan belajarnya," kata Somsak. 

(can/chs)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK