Curhatan Emak-emak soal Cuti Ayah 40 Hari: Butuh atau Ganggu?

CNN Indonesia
Selasa, 21 Jun 2022 16:29 WIB
Wacana RUU KIA tentang rencana cuti ayah 40 hari ternyata mengundang berbagai reaksi dari mahmud alias mamah muda dan emak-emak lainnya.( iStockphoto/miodrag ignjatovic)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wacana RUU KIA tentang rencana cuti ayah 40 hari ternyata mengundang berbagai reaksi dari mahmud alias mamah muda dan emak-emak lainnya.

Salah satu mahmud alias mamah muda yang juga bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta, Riva, semringah ketika mendengar soalRUU KIA yang memberikan cuti ayah selama 40 hari.

Selama ini pemerintah memang telah menetapkan izin cuti selama 2-3 hari bagi suami untuk mendampingi istri melahirkan.

Buatnya cuti tiga hari itu tidaklah cukup. Bukan tanpa alasan dia mendukung perpanjangan cuti ayah ini. Baginya, cuti ayah akan sangat membantu istri yang baru melahirkan, termasuk support mental.

"Cuti 3 hari bagi suami itu sebenarnya enggak masuk akal. Terlalu pendek. Sementara itu, perempuan saja luka habis melahirkan caesar itu baru pulih sekitar 5 hari sampai sepekan," kata Riva kepada CNNIndonesia.com.

Setelah melahirkan anak pertamanya dua tahun lalu, Riva mengaku cukup kaget dengan rutinitas baru sebagai mahmud alias mama muda. Saat itu, ia belum paham kalau punya bayi bakal membuat hidupnya berubah total. Kegembiraannya menimang buah hatinya membuat dia tak sadar kalau begadang akan menjadi makanan sehari-harinya setelah anak perempuannya lahir.

Saat itu, dia mengambil cuti 3 bulan, sementara suaminya hanya bisa libur sepekan dengan rincian cuti mendampingi lahiran selama 3 hari ditambah cuti tahunan dua hari.

"Saat itu saya kaget banget. Meski senang bukan main anak pertama sudah lahir, tapi enggak bisa ditampik kalau saat itu saya kaget 'oh gini ya jadi ibu baru', mau mandi susah, mau makan diburu-buru karena dicariin anak terus yang nangis," ucap Riva.

"Dan itu berlangsung mungkin sampai 3 bulan pertama baru saya bisa menyesuaikan. Enggak kebayang kalau suami enggak bantu dan enggak ada di rumah. Jadi buat saya sih penting sekali didampingi suami selama masa-masa awal pasca-melahirkan. Biar ada yang bantu, biar tetap waras," paparnya menambahkan.

Riva termasuk beruntung, pasalnya beberapa ibu baru seringkali menghadapi masalah saat harus menjalani peran barunya tersebut.

Beberapa teman perempuannya, sesama ibu baru, harus mengalami depresi pasca-melahirkan karena kaget dengan kehidupan baru yang dijalaninya.

"Teman saya ada yang sampai tidak mau memegang bayinya sama sekali karena nangis terus. Ada yang juga jadi nangis terus karena merasaenggakpunya waktu hanya untuk bisa makan dengan tenang dan mandi karena anaknya nangis terus," kata Riva.

"Mungkin bagi orang awam itu sudah konsekuensi ibu baru melahirkan. Tapi ya bukan berarti setiap ibu baru harus merasakanstressseperti itu kan. Seharusnya, lingkungan pun bisa mendukung perempuan untuk bahagia menjalani rutinitas barunya sebagai ibu."

Selain membantu istri menyesuaikan diri pasca-melahirkan, waktu cuti bagi seorang suami sangat penting karena menjadi salah satu waktu awal untuk 'perkenalan awal' orangtua dan anak. Sama seperti perkenalan pertama dengan lawan jenis, momen-momen awal perkenalan orangtua dan anak menjadi sebuah momen yang sangat penting.

"Ikatan anak dengan orang tua itu bukan hanya sama ibu saja, tapi juga sama ayah. Menurut saya, cuti melahirkan untuk suami sangat penting untuk memaksimalkan bonding ayah dan anak. Agar suami juga paham bagaimana susah senangnya merawat bayi baru lahir," ucap ibu satu putri ini.

Menurutnya, cuti melahirkan untuk suami juga penting menjaga kesehatan mental dan fisik seorang ibu muda. Ia mengatakan tidak banyak orang sadar kalau perempuan mengalami perubahan fisik hingga mental secara drastis setelah melahirkan.

Tak jarang, dalam beberapa kasus, ada beberapa ibu muda yang mengalami berbagai masalah pascamelahirkan. Di sinilah, peran suami dan ayah dari bayi yang baru lahir sangat diperlukan sebagai support system yang terdekat.

"Dan perubahan ini terkadang membuat perempuan exhausted bahkan depresi."

"Mungkin karena kultur juga, perempuan dibiasakan mengurus anak segalanya sendiri, kami dituntut kalau sudah punya anak itu harusnya 'siap' dengan segala konsekuensi, padahal menurut saya tidak begitu. Perempuan juga berhak didampingi dan dibantu agar bisa tumbuh menjadi ibu yang happy. Kalau ibu happy, anak pun akan tumbuh dan berkembang secara maksimal. Maka itu, perlu support suami di masa-masa kritis setelah melahirkan."

Jadi ayah yang cuti 40 hari, ganggu atau butuh? Simak di halaman selanjutnya.

Butuh atau Ganggu?


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :