Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Paxlovid sebagai obat Covid-19.
Paxlovid merupakan terapi antivirus inhibitor protease SARS-CoV-2 yang dikembangkan dan diproduksi Pfizer.
"Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg dengan indikasi untuk mengobati COVID-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan yang berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju COVID-19 berat," jelas Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam pernyataan resmi yang diterbitkan di laman BPOM, Minggu (17/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasar hasil kajian, pemberian Paxlovid dinyatakan aman dan dapat ditoleransi. Efek samping yang paling sering dilaporkan pada kelompok penerima obat antara lain, dysgeusia atau gangguan indera perasa (5,6 persen), diare 93,1 persen), sakit kepala (1,4 persen), dan muntah (1,1 persen).
Kemudian dari sisi efikasi, hasil uji klinis fase 2 dan 3 menunjukkan Paxlovid bisa menurunkan risiko rawat inap atau kematian sebesar 89 persen.
Tablet salut selaput ini terdiri dari Nirmatrelvir dan Ritonavir.
"Adapun dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama 5 (lima) hari," tambah Penny.
Sebelumnya BPOM telah menerbitkan EUA untuk beberapa obat Covid-19 yakni, antivirus Favipiravir dan Remdesivir (2020), antibodi monoklonal Regdanvimab (2021), serta Molnupiravir (2022). Paxlovid akan jadi salah satu alternatif penatalaksanaan Covid-19 di Indonesia.
Selanjutnya, BPOM bersama Kementerian Kesehatan akan terus memantau keamanan penggunaan Paxlovid. Selain itu, juga dilakukan pengawasan rantai pasokan demi mencegah peredaran obat secara ilegal.
Penny mengingatkan agar masyarakat hanya mengonsumsi obat yang sudah memiliki nomor izin edar BPOM. Obat-obatan dengan izin edar hanya diperoleh di apotek, toko obat, puskesmas atau rumah sakit terdekat. Untuk pembelian obat online, toko harus memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).
"Untuk mendapatkan obat keras tentunya tetap harus berdasarkan resep dokter," katanya.