Long Covid bisa dialami oleh penyintas Covid-19 dari berbagai varian. Namun, varian mana yang lebih berpotensi menyebabkan Long Covid, varian Delta atau Omicron?
Varian Delta merupakan salah satu varian yang cukup membekas di masyarakat. Varian yang muncul pada 2021 lalu itu bukan hanya mudah menular, tapi juga cukup ganas.
Delta membuat ribuan penderita Covid-19 harus meregang nyawa. Belum lagi kejadian long Covid yang mesti diderita para penyintas kurang lebih selama enam bulan sejak dinyatakan negatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok Staf Medis (KSM) Paru, Divisi Infeksi RSUP Persahabatan, Fathiyah Isbaniah mengatakan, varian Delta bukan hanya ganas, tapi juga bisa menyebabkan penderitanya mengalami long Covid.
Hal ini terbukti dari riset yang dilakukan sejumlah dokter di RSUP Persahabatan. Studi tersebut menemukan sebanyak 41.362 pasien sejak 1 Juni hingga 27 November 2021 yang terdeteksi terpapar varian Delta, sebanyak 10,8 persennya mengalami long Covid.
"Mereka ini adalah pasien yang rata-rata sudah menerima vaksin dosis pertama dan kedua," kata Fathiyah dalam webinar yang digelar RSUP Persahabatan, Senin (19/7).
Sementara itu, jika dibandingkan dengan varian Omicron dengan jumlah pasien 56.000 per 20 Desember 2021 hingga 9 Maret 2022 prevalensi sindrom long Covid hanya sebanyak 4,5 persen.
"Makanya kesimpulan yang bisa ditarik adalah varian Omicron memberikan risiko lebih rendah terpapar Long Covid setelah pasien negatif," kata dia.
Riset itu juga menemukan sebanyak 66,5 persen masyarakat Indonesia yang pernah terpapar Covid-19 mengalami long Covid. Gejala yang dialami rata-rata kelelahan, sakit kepala, batuk tidak kunjung sembuh, hingga rambut rontok.
(tst/asr)