Masalah kesuburan dan populasi yang semakin berkurang kini tengah dihadapi China. Negara yang pernah memegang predikat sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia itu kini menghadapi ancaman resesi seks.
Resesi seks yang dihadapi China ditandai dengan semakin menurunnya populasi dan angka kelahiran hidup di negara itu. Baru-baru ini sebuah penelitian menemukan pada 2021 angka kelahiran di China hanya menyentuh 7,52 kelahiran per 1000 orang.
Padahal di tahun sebelumnya, tingkat kelahiran sebanyak 8,52 per 1000 orang. Angka ini menjadi yang paling rendah sejak 1949.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika merujuk pada penelitian tersebut, resesi seks -- meski tak secara eksplisit disebutkan -- salah satunya disebabkan oleh pola pikir wanita yang berubah.
Para wanita di negara tirai bambu itu berpikir bahwa memiliki anak dan menjadi orang tua bukan lagi hal yang harus mereka lakukan. Kebanyakan dari mereka juga memilih untuk tidak menikah dan melanjutkan hidup sebagai lajang.
Mengutip Vogue, tak sedikit anak muda yang hidup dengan 'resesi seks'. Hal ini berkaitan dengan gairah seks yang menurun jika dibandingkan dengan orang di usia sama beberapa tahun lalu.
Sebuah penelitian menemukan, mereka yang berusia antara 18 dan 23 tahun melakukan hubungan seks 14 persen lebih sedikit daripada orang dewasa muda 10 tahun yang lalu.
Terkait kemungkinan terjadinya resesi seks di China, melansir berbagai sumber, pemerintah China telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong keluarga memiliki lebih banyak anak.
Kebijakan ini mendorong setiap pasangan untuk memiliki tiga anak dan mengakhiri 'kebijakan satu anak'. Pemerintah juga akan memenuhi tanggung jawab mereka untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan pernikahan untuk mendorong pertumbuhan penduduk.
Kampanye pendidikan kesehatan reproduksi juga akan dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, sekaligus mencegah kehamilan yang tidak diinginkan serta mengurangi aborsi yang tidak diperlukan secara medis.
(tst/asr)