Makin malam, makin ramai, terkadang bisa buka 24 jam. Tua dan muda, semua pasti senang nongkrong di warung kopi.
Warung kopi atau mungkin sekarang juga dikenal sebagai kedai kopi adalah salah satu tempat yang tak bisa lepas dari budaya nongkrong orang Indonesia.
Tak jadi soal jenis kopi yang dijual. Mau itu kopi giling dan racik sendiri atau justru kopi saset murah meriah. Hal yang pasti, warung kopi hampir tak pernah kehilangan peminatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah Mulyono (31) yang mengaku gemar sekali nongkrong di warung kopi. Warung kopi apa adanya, hanya menjajakan kopi saset.
Hampir setiap pekan Mulyono nongkrong di warkop. Bersama teman-temannya, ia membicarakan banyak hal. Mulai dari kesuksesan kawan lain, gosip artis, bahkan sampai silang sengkarut dunia politik Indonesia.
"Selalu ada, sih, yang dibicarakan di warkop, apa saja. Kadang satu topik loncat ke topik lain. Tidak tentu," kata Mulyono, berbincang dengan CNNIndonesia.com, Jumat (30/9).
Mulai dari obrolan kisah asmara sampai masalah rumah tangga bisa jadi topik menyenangkan yang tak habis dibicarakan di warung kopi.
![]() |
Sekitar Oktober tahun lalu, saat virus corona penyebab Covid-19 varian Delta mulai melandai, beberapa warung kopi pinggir jalan sudah bisa beroperasi kembali. Saat itu, aturan untuk kafe, kedai kopi, restoran hingga warkop boleh buka sampai jam 21.00 WIB. Itu juga disertai dengan aturan jaga jarak yang cukup ketat.
Hampir setiap malam, Satpol PP berkeliling untuk memastikan tidak ada warung kopi atau kedai yang bandel dan tidak taat aturan protokol kesehatan. Tapi, namanya juga warkop, sudah tempatnya sempit, pengunjungnya pun bebal aturan. Tentu saja, tak ada juga istilah jaga jarak.
Pengunjung duduk berdempet, bicara tanpa masker, dan yang paling utama, warkop bisa buka sampai 24 jam.
"Waktu itu nongkrong di warkop daerah Fatmawati. Masuk-masuk gitu, kan, tempatnya di gang. Jadi, ya, mikirnya aman nih, mana ada Satpol PP sampai gang," kata Mulyono berbagi pengalaman.
Nahas, malam itu justru Satpol PP datang ke area warung kopi tempat Mulyono biasa nongkrong. Satpol PP pun mendapati pengunjung yang tidak pakai masker dan tentu tiada protokol kesehatan yang dilaksanakan satu pun.
"Ya udah, diusir kita pengunjung. Terus si aa [pemilik warkop] kayaknya kena denda, dan emang sempat tutup itu warkop agak lama. Sekarang, sih, udah buka lagi," kata Mulyono.
Lain Mulyono, lain lagi Anto (29). Anto juga senang nongkrong di warung kopi. Dia kerap mengajak istrinya untuk berkumpul dengan teman-teman satu profesi.
Biasanya, di warkop mereka membicarakan pekerjaan. Curhat betapa susahnya hidup di tengah himpitan cicilan atau soal drama politik yang tak kunjung selesai.
Obrolan-obrolan ini kerap membawa pada fase pertemanan baru. Biasanya ada saja kenalan saat nongkrong di warkop.
"Ada saja, kan, drama. Kadang kita nongkrong bertiga, terus obrolan kita seru. Ada bapak-bapak lain di seberang nimbrung. Jadi kenalan. Kebanyakan sih gara-gara ngomongin kebijakan pemerintah," kata dia.
Kopi memang pas dibilang pemersatu, berbagai hal bisa terjadi gara-gara kopi. Obrolan apa pun semakin hidup jika ditemani secangkir kopi yang diminum di warung kopi.
(asr)