HARI KOPI SEDUNIA

Jangan Pandang Sebelah Mata Perempuan di Industri Kopi

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Sabtu, 01 Okt 2022 19:04 WIB
Kaum perempuan punya andil dalam pengolahan kopi, baik di hulu maupun hilir. Namun sayang, keberadaan mereka masih dipandang sebelah mata.
Ilustrasi. Kaum perempuan punya andil dalam pengolahan kopi, baik di hulu maupun hilir. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kaum perempuan punya andil dalam pengolahan kopi, baik di hulu maupun hilir. Lady Farmer Coffee Roastery, komunitas pemberdaya perempuan industri kopi di Banjarnegara, Jawa Tengah, berupaya memberdayakan perempuan, sekaligus membuktikan bahwa perempuan tak layak diremehkan di dunia kopi.

Sudah banyak terkuras tenaga, Farida Dwi, inisiator Lady Farmer Coffee Roastery, pun terkuras juga hatinya. Dia menemukan biji kopi petani-petani perempuan di Banjarnegara dibeli dengan harga murah. Padahal ia tahu, mengurus kebun kopi bukan hal mudah.

"Ih, aku lho [juga] ngerjain [kebun kopi]. Jangan kayak gitu. Merawat kopi itu enggak mudah. Mulai dari situ [tergerak buat bantu petani perempuan], karena aku ngerasain [susahnya merawat kebun kopi]," ujar Wiwi, sapaan akrab Farida Dwi, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (30/9).

Dia bercerita, petani perempuan, yang didominasi oleh kaum ibu dan perempuan lanjut usia, banyak mengalami penipuan, utamanya urusan harga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sempat terjadi, buah kopi Arabika dihargai Rp3 ribu per kilogram. Padahal, di pasar kopi, buah kopi itu bisa mencapai Rp7 ribu per kilogram.

Kondisi tak kalah mengenaskan dialami buruh lepasan khusus untuk memetik kopi di kebun. Mereka hanya dihargai Rp2 ribu per kilogram buah.

Tak hanya persoalan harga, para petani juga miskin pengetahuan mengenai proses pascapanen. Kondisi ini pun berimbas pada kualitas hasil panen kurang optimal dan rendahnya harga beli.

Belum lagi pandangan miring masyarakat terhadap perempuan-perempuan yang terjun ke industri kopi.

"Di daerah kami, petani perempuan, prosesor kopi perempuan, belum bisa diterima di masyarakat. Apa perempuan mampu sih bermain, berkecimpung di industri kopi?" ucapnya.

Padahal, perempuan punya peran penting dalam industri kopi. Pemilik kebun kopi tetap menggunakan jasa perempuan saat proses pemetikan, penjemuran, dan sortasi.

Wiwi pun menggunakan jenama Lady Farmer Coffee Roastery karena melihat banyak sekali perempuan yang jadi pelaku industri kopi di sekitarnya.

Belajar pemasaran dulu, edukasi kopi kemudian

Petani menjemur kopi arabika Koya di Minahasa, Sulawesi Utara.Ilustrasi. Lady Farmer Coffee Roastery membuktikan bahwa perempuan tak bisa diremehkan di industri kopi. (ANTARA FOTO/FAUZAN)

Wiwi memulai pergerakannya dengan belajar tentang pemasaran kopi. Menurutnya, saat komunitas sudah tahu cara pemasaran dan relasi dengan pembeli, edukasi tentang kopi jadi tidak sia-sia.

Dia belajar cara mencari pembeli, seperti apa kopi-kopi yang dicari di pasaran, kriteria kopi yang layak jual, hingga 'kelas' atau grade kopi.

"Ada buyer (pembeli) yang baik, ngajarin detail. Alhamdulillah, dari situ kami punya kerja sama. Sebelum ngajarin [tentang kopi], kami ada tempat dulu buat menampung, menerima kopi kami," imbuhnya.

Untuk pengetahuan tentang kopi, ia banyak menimba ilmu dari gelaran-gelaran berbau kopi, buku-buku, belajar dari mereka yang sudah terjun ke dunia kopi sembari bereksperimen di kebun sendiri.

Gagal? Tentu saja pernah.

Namun, buat Wiwi dan rekan-rekan di Lady Farmer Coffee Roastery, justru pengalaman ini jadi pembelajaran. Apalagi perawatan kopi sangat tergantung dengan kondisi tanah dan cuaca wilayah. Kalau tidak eksperimen, bagaimana mau menciptakan kopi berkualitas?

Simak cerita tentang Lady Farmer Coffee Roastery selengkapnya di halaman berikutnya..

Kopi Kekinian Jadi Pendongkrak Semangat

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER