Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami Lesti Kejora oleh sang suami, Rizky Billar, berujung damai. Lesti diketahui mencabut laporan KDRT yang dilakukan suaminya demi memperbaiki rumah tangga keduanya.
Banyak warganet yang kemudian mengaitkan perubahan sikap Lesti terhadap suaminya dengan istilah Stockholm syndrome. Apa itu Stockholm syndrome?
Mengutip laman Cleveland Clinic, Stockholm syndrome merupakan timbulnya perasaan positif atau bersimpati dari korban pelecehan atau kekerasan terhadap pelaku. Hal ini umumnya terjadi saat korban telah menghabiskan waktu yang cukup lama bersama pelaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam hal ini, ikatan dapat tumbuh antara korban dan pelaku. Hal ini dapat mengarah pada perlakuan yang baik serta tidak menunjukkan sifat-sifat agresif sehingga menciptakan ikatan positif dengan korban.
Orang yang mengalami Stockholm syndrome mungkin akan merasa bingung terhadap pelaku. Kebingungan itu bisa meliputi perasaan cinta, simpati, empati, dan keinginan untuk melindungi pelaku.
Lebih mengejutkannya lagi, Stockholm syndrome juga dapat menyebabkan korban memiliki perasaan negatif terhadap polisi atau siapa pun yang mencoba untuk menyelamatkannya.
Faktanya, sindrom ini telah ditemukan pertama kali sejak 1973 oleh Nils Bejerot, seorang kriminolog asal Stockholm, Swedia. Dia menggunakan istilah ini untuk menjelaskan reaksi tak terduga para korban dalam serangan bank terhadap pelaku penculikan.
Meski penculikan membuat jiwa korban terancam, namun mereka tetap menjalin hubungan positif terhadap penculiknya. Bahkan, mereka membantu pelaku membayar pengacara untuk menangani kasusnya setelah tertangkap.
Tak semua orang yang berada dalam situasi tertentu mengalami Stockholm syndrome.
Belum diketahui dengan pasti juga alasan di balik reaksi positif terhadap pelaku seperti ini. Namun, sindrom ini dianggap sebagai mekanisme seseorang dalam bertahan hidup.
Seseorang mungkin menciptakan ikatan ini sebagai cara untuk mengatasi situasi yang ekstrem dan menakutkan.
(del/asr)