Jakarta, CNN Indonesia --
Tren 'Mouth Taping' atau menutup mulut dengan selotip atau plester saat tidur kembali populer di media sosial TikTok.
Sebagian besar pengguna TikTok mengikuti tren tersebut untuk mengurangi kebiasaan mendengkur. Faktanya, tren ini bisa berbahaya.
Seorang profesor kedokteran klinis Raj Dasgupta mengatakan bahwa hal ini bisa sangat berbahaya bagi mereka yang mengalami apnea tidur yang obstruktif. Diketahui, apnea tidur atau sleep apnea adalah gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan seseorang terhenti sementara selama beberapa kali saat sedang tidur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, apnea tidur obstruktif adalah salah satu gangguan tidur yang paling umum dan berbahaya. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Respiratory Medicine mengungkapkan bahwa lebih dari 1 miliar orang berusia antara 30 dan 69 tahun diperkirakan memiliki kondisi tersebut.
"Buktinya terbatas tentang manfaat plester mulut dan harus sangat berhati-hati. Butuh berbicara dengan penyedia layanan kesehatan sebelum mencobanya," ucap Dasgupta, seperti dikutip dari CNN.
Namun, tidak ada satu pun video mengenai tren ini yang diunggah di TikTok menyebutkan bahwa praktik tersebut mungkin berbahaya. Seorang wanita menyebut bahwa tren 'mouth taping' berguna untuk anti-aging dan terlihat lebih menarik.
Pesan paling penting yang disampaikan oleh Dasgupta untuk mereka yang ingin mencoba tren ini adalah harus mengevaluasi adanya apnea tidur obstruktif.
"Terdapat juga banyak pilihan lain untuk mengatasi dengkuran selain plester mulut seperti strip hidung, dilator hidung dan latihan mulut, tenggorokan dan lidah," lanjutnya.
Dasgupta juga berpendapat bahwa tren 'mouth taping' tidak dapat membantu orang tidur lebih nyenyak.
Bahaya bernapas dengan mulut
Faktanya, bernapas dengan mulut dapat berbahaya bagi kesehatan. Pernapasan mulut dapat menyebabkan dengkuran dan rasa haus yang berlebihan di malam hari. Selain itu, juga mulut kering dan bau mulut di pagi hari.
Seiring waktu, pernapasan dengan cara ini terkait dengan penyakit gusi dan maloklusi, di mana gigi atas dan bawah tidak sejajar.
Di masa kanak-kanak, ketika kecenderungan untuk bernapas melalui mulut sering dimulai, kondisi tersebut dapat menyebabkan anak mengembangkan wajah yang menyempit dengan dagu atau rahang yang surut.
Anak-anak juga berisiko mengalami apnea tidur obstruktif, yang dikaitkan dengan kesulitan belajar dan masalah perilaku di masa kanak-kanak.
Jurnalis James Nestor mengizinkan para ilmuwan untuk menutup hidungnya dengan silikon dan plester bedah selama 10 hari untuk melihat bagaimana efek pernapasan mulut terhadap kesehatannya.
Seperti yang dia jelaskan dalam bukunya "Breath: The New Science of a Lost Art," dampaknya sangat cepat. Dia mengembangkan apnea tidur obstruktif, lonjakan pada tekanan darahnya, denyut nadi dan detak jantungnya, serta kadar oksigen darahnya anjlok, mengirim otaknya ke dalam kabut keruh.
Bernapas melalui hidung adalah cara terbaik
Para ahli menyarankan bahwa bernapas melalui hidung adalah cara yang paling sehat. Rambut halus di hidung yang disebut silia dapat menyaring debu, alergen, kuman, dan kotoran lingkungan.
Dasgupta juga mengatakan, pernapasan hidung juga melembabkan udara yang masuk, sementara udara kering yang dihirup melalui mulut dapat mengiritasi paru-paru
"Pernapasan hidung dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan oksida nitrida, senyawa dalam tubuh yang dapat membantu menjaga tekanan darah terkendali," tambahnya.
Selain itu, bernapas melalui hidung membuat rileks, itulah sebabnya sering dianjurkan, bersama dengan yoga dan meditasi, sebagai cara untuk meningkatkan kualitas tidur.