Perubahan gaya hidup dan perilaku akibat pembatasan aktivitas selama pandemi membuat anak harus banyak berinteraksi dengan layar ponsel maupun komputer.
Hal ini diperkirakan membawa dampak yang signifikan terhadap peningkatan angka penderita miopi atau rabun jauh pada anak-anak, terutama yang sudah sekolah.
Miopi atau yang sering dikenal dengan mata minus adalah salah satu gangguan mata yang sering terjadi dan menyebabkan kesulitan melihat benda jarak jauh secara jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ciri miopi pada anak dapat ditunjukkan dari performa yang mulai menurun di sekolah yang dikarenakan si kecil kesulitan fokus saat menatap papan tulis. Selain itu, anak yang menderita miopi cenderung sering menyipitkan mata apabila melihat objek jarak jauh.
Dokter spesialis mata Zoraya Feranthy mengatakan pada prinsipnya, mata minus terjadi adanya ketidaksesuaian antara panjang bola mata dengan kekuatan optiknya. Hal ini membuat si kecil tidak bisa memfokuskan cahayanya tepat di retina melainkan di depannya sehingga ia membutuhkan lensa minus untuk bisa menjatuhkan bayangan pas di retina.
Seperti yang diketahui, salah satu faktor penyebab anak mengalami miopi adalah faktor genetik atau keturunan.
"Jadi, ada faktor kalau salah satu dari orang tua atau kedua orang tua memiliki mata minus, hal ini meningkatkan risiko anak untuk terkena mata minus juga di kemudian hari," ucap Zoraya pada acara konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Rabu (23/11).
Namun, Zoraya menyebut bahwa faktor keturunan tidak menjadi faktor yang mutlak.
Selain faktor keturunan, faktor lingkungan pun menjadi salah satu yang mendominasi terjadinya mata minus pada anak seperti membaca terlalu dekat, melihat layar ponsel atau televisi terlalu lama dan sedikitnya waktu aktivitas di luar ruangan.
Tak hanya penggunaan gawai, hobi anak yang kerap menulis ataupun menggambar dalam jarak dekat juga menjadi salah satu faktor peningkatan risiko terkena mata minus.
"Kalau hobi anak baca apalagi kondisi baca sambil tiduran, itu juga meningkatkan risiko. Jadi bukan gawainya saja melainkan faktor kebiasaan baca dekat dan menggunakan apapun dalam jarak dekat."
"Mata minus pada anak juga dipengaruhi oleh faktor nutrisi, faktor kebiasaan, faktor lingkungan dan lain sebagainya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan seorang anak terkena mata minus," jelas Zoraya lebih lanjut.
Ia menyarankan kepada para orang tua yang memiliki anak dengan riwayat miopi untuk mengajak serta membiasakan anak untuk lebih banyak melakukan aktivitas luar ruangan. Berdasarkan hasil penelitian, hal tersebut dipercayai dapat memperlambat perkembangan miopi pada anak.
Tak hanya penyakit miopi, penyakit-penyakit mata lainnya juga bisa disebabkan dari faktor genetik. Maka dari itu, Zoraya mengajak para orang tua untuk melakukan pemeriksaan dini pada anak sebelum ada keluhan.
"Pemeriksaan dini pada anak-anak itu penting sekali. Karena banyak penyakit mata yang bisa kita cegah asalkan ketahuannya sejak dini. Tidak harus menunggu anak ada keluhan," kata Zoraya.
(del/chs)