Generasi Stroberi Cepat Rapuh Tapi Kreatif, Beneran?

CNN Indonesia
Minggu, 04 Des 2022 12:02 WIB
Istilah strawberry generation merujuk pada generasi di bawah milenial. Istilah ini ditujukan pada sebagian generasi baru yang lunak seperti buah stroberi. (Jedidja/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Istilah strawberry generation atau generasi stroberi alias generasi di bawah milenial. Istilah ini ditujukan pada sebagian generasi baru yang lunak seperti buah stroberi.

Pada dasarnya, generasi ini disebut penuh dengan gagasan kreatif namun mudah menyerah dan sakit hati. Sifat ini diidentikkan dengan buah stroberi yang indah di luar namun gampang hancur begitu diberi sedikit tekanan.

Dalam salah satu jurnal yang mendeskripsikan tentang buah stroberi, dijelaskan bahwa buah ini adalah buah semu yang berarti bukan buah yang sebenarnya. Begitu juga pada generasi hari ini, mental stroberi adalah mental semu yang bukan sebenarnya dimiliki oleh generasi Z atau milenial. Generasi yang tangguh merupakan generasi yang berjalan pada poros optimisme masa depan yang lebih baik.

"Dari yang saya baca kan generasi strawberry ini di-refer untuk anak-anak yang berusia kelahiran tahun 97 sampai 2002. Berdasarkan sensus juga bahwa generasi ini tuh memiliki proporsi yang bisa dinilai yang paling banyak juga di Indonesia sendiri.

"Kalau penjelasan karakter dari generasi strawberry yang saya baca bahwa mereka ini dianggap lebih kreatif dan sakit hati dan mudah menyerah," kata Psikolog klinis Marissa Meditania, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (1/12).

Marissa menambahkan jika dilihat dari usia kelahiran generasi stroberi, anak-anak tersebut sudah dalam era digital yang serba mudah. Pada dasarnya, mereka sudah tumbuh di lingkungan yang sudah aman, berkembang dan serba instan untuk mendapatkan apapun.

"Jadi, kemungkinan besar faktor itulah yang menyebabkan generasi stroberi itu cepat sakit hati dan menyerah. Mereka tumbuh di lingkungan yang lebih secure dan lebih mudah di era digital ini."

Tak hanya itu, menurutnya, faktor lain yang tampaknya berpengaruh pada mental generasi stroberi yang mudah rapuh ini adalah cara didik orang tua yang lebih menjaga atau overprotective.

"Terkadang anak-anak ini tidak terlalu dipaparkan dengan hal-hal buruk. Mereka terlalu dijaga akhirnya tidak terbiasa dikritik, menghadapi hal sulit. Maka ketika menghadapi dunia yang penuh kritik dan penuh tantangan, akhirnya mereka tampak lebih mudah sakit hati, baperan dan mudah menyerah," jelasnya lebih lanjut.

Diungkapkannya karakteristik positif dari generasi stroberi adalah kreatif, mudah mengambil solusi, memiliki jiwa entrepreneur yang tinggi, dan memiliki cara berinteraksi sosial yang lebih baik.

Namun di sisi lain, kekurangan dari generasi baru ini adalah karena kondisi kini yang serba instan, mereka jadi lebih mudah menyerah dan lebih sensitif.

"Kita sebagai orang tua perlu menjadi contoh yang baik untuk mereka. Tunjukkan bahwa dunia ini penuh tantangan dan kesulitan. Jadi, tetap berikan kritik untuk mereka jika memang diperlukan dengan cara asertif," ucap Marissa.

Ia menjelaskan bahwa penyampaian secara asertif artinya menyampaikan apa yang dimaksud tanpa terlalu keras sehingga melukai hati mereka. Tak hanya itu, Marissa mengatakan bahwa perlu untuk menunjukkan ke generasi ini bahwa resiliensi itu penting untuk dimiliki.

"Resiliensi ini artinya adalah ketika menghadapi suatu kegagalan, bagaimana akhirnya kita mau bangkit lagi menjadi lebih baik. Tunjukkan ke mereka kalau kita pun punya kesulitan, kita enggak mudah menyerah dan tetap mencoba. Sehingga mereka pun belajar bahwa kalau ada hal-hal yang enggak sesuai ekspektasi, kita tetap harus go on," tuturnya.

Cara mendidik anak pun menjadi salah satu faktor penting dalam membangun mental anak menjadi lebih tangguh.

"Jika mereka menghadapi masalah, daripada membantu sepenuhnya dan mengambil tanggung jawab mereka, biarkan mereka juga menyelesaikan masalahnya dari kecil," katanya.

Menurut Marissa, hal ini dilakukan sehingga anak bisa belajar bertanggung jawab dengan gerak gerik mereka.

"Ketika menghadapi masalah, banyak ajak anak diskusi menurut mereka bagaimana tanggapan mereka tentang masalah tersebut, biarkan mereka berpikir apa yang harus dilakukan. Jadi mereka terbiasa untuk berpikir lebih kritis ketika ada masalah," lanjut Marissa.

Dalam hal ini, lanjutnya, orang tua harus berperan agar anaknya menjadi generasi yang lebih baik dari dirinya. Jangan terlalu memanjakan anak dengan berlebihan. Berikan konsekuensi jika anak melakukan kesalahan.

"Penting untuk menjadi role model untuk menunjukkan contoh bagaimana untuk tetap tangguh, untuk memiliki resiliensi yang baik, bagaimana untuk tetap bisa stabil secara emosi dan tidak terlalu sensitif," pungkasnya.

(del/chs)


KOMENTAR

TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK