Hingga kini, kasus keracunan ciki ngebul belum ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Anas mengatakan penetapan status KLB akan melihat besaran persoalan.
Saat ini, lanjut dia, kasus keracunan terjadi secara sporadis sehingga Kemenkes fokus pada langkah kewaspadaan, edukasi ke masyarakat juga edukasi ke pelaku usaha.
"KLB itu kalau dalam pengertian kami, itu adalah kejadian di mana ada peningkatan kejadian atau kasus dalam kurun waktu tertentu. Kemudian dari yang tadinya tidak ada kasus menjadi ada," jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penetapan KLB bisa dilakukan di tingkat kabupaten/kota. Jawa Barat saat ini memang menetapkan kasus keracunan ciki ngebul sebagai KLB. Namun secara nasional, masih dilihat perkembangannya.
Orang dengan kondisi kesehatan tertentu sangat disarankan untuk tidak mencoba ciki ngebul. Anas berkata orang dengan masalah pernapasan dan pencernaan rentan mengalami perburukan kondisi akibat konsumsi ciki ngebul.
"Orang sakit [pada] saluran pernapasan. Menghirup udara dingin [dari nitrogen kondisinya] jadi lebih berat. Masalah di saluran pencernaan, kalau kemudian menelan ini tentu [kondisinya] lebih berat," katanya.
Secara umum, nitrogen bukan gas berbahaya. Gas ini tidak berbau, berwarna dan langsung menguap saat berada di suhu ruang. Dalam aturan BPOM, nitrogen disebut sebagai zat penolong dalam dunia pangan terutama untuk pengawetan bahan.
Nitrogen pada pangan pun akan langsung menguap dan hilang tanpa meninggalkan residu pada pangan dan tidak berbahaya.
Akan tetapi, kasus keracunan ciki ngebul ini melibatkan nitrogen cair yang memiliki suhu -196 derajat Celcius. Anas berkata dengan suhu sedingin ini, nitrogen cair saat terkena kulit bisa menimbulkan radang dingin dan luka bakar.
"Kalau terhirup, bisa menimbulkan masalah pernapasan, timbul gangguan di saluran pencernaan kalau tertelan," katanya.
Para korban keracunan yang rata-rata berusia anak dilaporkan mengalami sejumlah gejala seperti, mual, muntah dan sakit perut.
(els/chs)