Diet intermittent fasting jadi salah satu jenis diet populer yang dilakukan banyak orang demi menurunkan berat badan.
Pada dasarnya, diet ini merupakan bentuk puasa dengan batasan waktu. Anda akan disarankan menjalani pola makan berpuasa selama 16 jam dan makan selama 8 jam. Diet ini dikenal juga dengan istilah diet 16:8.
Namun, studi terbaru menemukan bahwa membatasi waktu makan mungkin tidak berdampak besar pada berat badan seperti yang diperkirakan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi tersebut meneliti ukuran porsi dan waktu makan dari 547 orang, selain data kesehatan dan berat badan mereka, selama enam tahun. Data dari penelitian yang diterbitkan di Journal of American Heart Association tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara interval waktu makan dan berat badan mereka.
Pasalnya, membatasi waktu makan, seperti yang terlihat pada tren diet seperti intermittent fasting, telah menjadi metode populer untuk menurunkan berat badan dalam beberapa tahun terakhir.
Peneliti utama studi, Wendy Bennet, mengatakan bahwa penelitian tersebut tidak menemukan hubungan antara membatasi waktu makan dan penurunan berat badan.
Ia mencatat, hal tersebut termasuk berapa lama orang makan setelah bangun tidur, berapa lama jeda makan mereka sepanjang hari dan seberapa dekat waktu makannya dengan waktu tidur.
Sebaliknya, kata Bennet, makanan dalam porsi kecil justru dianggap bisa menurunkan berat badan.
"Berdasarkan penelitian lain yang telah keluar, termasuk penelitian kami, kami mulai berpikir bahwa waktu makan sepanjang hari kemungkinan besar tidak langsung menghasilkan penurunan berat badan," kata Bennett, melansir CNN.
Ia menambahkan peringatan bahwa bagi sebagian orang, mengatur waktu makan mungkin menjadi alat yang berguna dalam melacak nutrisi.
Namun, para ahli memperingatkan bahwa hasil penelitian ini masih belum terlalu akurat. Ada beberapa ras dan etnis minoritas di antara para peserta. Ada juga beberapa data yang perlu ditambahkan, termasuk determinan sosial kesehatan, seperti stres dan lingkungan masyarakat.
Faktor-faktor tersebut penting untuk melihat efek waktu makan dengan lebih baik.
"Menurut saya, jika mereka melihat lebih dekat pada data, akan ada subkelompok [di mana waktu makan] mungkin memiliki efek yang signifikan," kata Alice Lichtenstein, profesor ilmu gizi di Tufts University.
Ia juga mengatakan, kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa tidak ada strategi tertentu yang berhasil untuk semua orang dalam hal nutrisi dan kualitas makanan itu penting.
"Jika Anda berusaha untuk mengonsumsi makanan yang sehat, Anda berusaha untuk aktif secara fisik, Anda cenderung tidak menderita diabetes, penyakit ginjal kronis, penyakit paru obstruktif, dan hipertensi," kata Lichtenstein.
Bagi sebagian orang, mencoba diet intermittent fasting atau membatasi interval makan dapat menjadi cara yang membantu untuk memperhatikan kecenderungan makan masing-masing orang.
Menurut Lichtenstein, banyak orang tidak dapat mempertahankan diet ini dalam waktu yang cukup untuk melihat perubahan jangka panjang, atau mempertahankan berat badan yang mereka turunkan.
Fatima Cody Stanford, associate professor of medicine di Harvard Medical School dan seorang dokter pengobatan obesitas di Boston's Massachusetts General Hospital Weight Center, tidak terlalu fokus pada pembatasan kalori atau diet intermittent fasting. Sebaliknya, dia ingin pasiennya melihat nilai gizi dari makanan yang mereka makan.
Ia mewanti-wanti bahwa jika diet tertentu berhasil untuk orang lain dan tidak untuk Anda, hal tersebut berarti tubuh orang tersebut merespons lebih baik dibandingkan tubuh Anda.
Hal tersebut hanya berarti diet tersebut bukan lah pola makan yang dibutuhkan oleh tubuh Anda.