Karena masih lockdown, bengkel kapal enggak terima pelanggan baru dan saya enggak mau terdampar di Prancis, sampai akhirnya kami pilih ke Belanda karena negara itu satu-satunya yang tidak tutup perbatasan.
Pandemi berimbas dunia pelayaran juga, karena banyak perbatasan negara ditutup, sehingga kami tidak leluasa berlayar dan memutuskan menetap di perairan Norwegia, di mana kapal terdaftar. Kapal kami pun turun jangkar.
Berkat didikan suami, saya sekarang sudah terampil mengemudikan kapal. Saya learning by doing. Sebelum pergi, suami pasti kasih briefing. Saya diajarin basic-basic nyetir kapal, baca instrumen navigasi, baca peta, baca signals, itu semua saya catat satu per satu biar ingat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk meminimalisasi risiko kapal terbalik, kami kerap melakukan maintenance setiap bulan untuk mengetahui ada atau tidaknya kerusakan yang harus diperbaiki.
Kapal sebenarnya lebih aman dari risiko terbalik dibandingkan dengan jenis kapal Kapal Katamaran. Ibaratnya, lambungnya ada lebih dari satu. Jadi kalau bukan ombak yang besar banget, atau ada kebocoran, risiko terbalik itu lebih sedikit.
Salah satu pengalaman indah saya ketika berlayar adalah pemandangan lumba-lumba yang muncul ke permukaan di sekitaran kapal. Kami juga pernah enggak sadar lagi sailing di tengah-tengah gerombolan ikan paus, yang awalnya saya kira ikan lumba-lumba.
(del/wiw)