Saat itu, dia dan istri tengah berada di objek wisata Angkor Wat di Kota Siem Reap dan hendak kembali ke Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Lalu, dia mendapat informasi dari orang lokal bahwa tepat hari itu sedang berlangsung pemilu, sehingga tidak ada bus beroperasi dari Siem Reap ke Phnom Penh.
"Jadi tidak ada bus sama sekali. Ya akhirnya dapat sih kendaraan yang ke Phnom Penh, cuma harganya lebih tinggi, semacam travel, itu pun nyarinya harus satu-satu, jadi seharian habis buat nyari transportasi ke Phnom Penh itu, harusnya bisa buat jalan-jalan di tempat lain, akhirnya terbuang satu hari," tuturnya.
Keduanya memang berencana ingin berkeliling Phnom Penh sekembalinya dari Angkor Wat, karena saat lusanya Farchan dan istri mesti pulang ke Indonesia, sehingga tak ada waktu lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi karena itu lagi pemilu, jadi di Phnom Penh juga enggak ada angkutan apapun, ya akhirnya jalan kaki saja. Karena Kamboja penguasanya masih militer, jadi pas pemilu itu tentara di mana-mana," ujarnya.
Karena punya kesamaan hobi traveling dengan istri dan bergaya spontan, tak jarang ada perbedaan keinginan destinasi saat sampai di negara tujuan. Namun, biasanya Farchan dan istri mencari jalan tengah, karena enggak mungkin bisa terwujud semua.
"Kebetulan kalau saya dan istri minatnya sama di kultur dan kuliner, jadi biasanya ya paling ributnya di situ-situ aja pas pilih destinasi saat traveling," ujarnya.
Bagi yang ingin menjajal gaya traveling spontan, Farchan punya tips, terutama dalam urusan penginapan. Menurut dia, apabila kota yang dipilih untuk bertualang terbilang kota besar seperti Kuala Lumpur atau Singapura, bisa langsung pesan saat tiba.
"Kalau waktu ke Ipoh, karena kotanya kecil dan belum seperti apa di sana, dalam perjalanan di bus menuju ke sana, saya pesan penginapan, karena takut di sana susah atau malah enggak dapat," ungkapnya.
(wiw)