100 TAHUN PENDAKIAN EVEREST

'Mendaki Everest Berarti Siap Mati'

CNN Indonesia
Senin, 08 Nov 2021 12:30 WIB
Mendaki Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia, nyatanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Bahkan bagi pendaki yang ateis sekalipun.
Mendaki Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia, nyatanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Bahkan bagi pendaki yang ateis sekalipun. (Istockphoto/Easyturn)
Jakarta, CNN Indonesia --

Bendera Merah Putih sudah pernah berkibar di Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia setinggi 8.849 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang membentang dari Nepal ke Tibet.

Ekspedisi Indonesia pertama ke Everest dipimpin oleh tim Kopasus pada tahun 1997.

Anggota ekspedisi saat itu berjumlah 16 pendaki yang dibagi menjadi dua tim. Satu tim beranggotakan 10 orang (6 anggota militer dan 4 perwakilan sipil) berangkat dari sisi selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara 6 sisanya (4 anggota militer dan 2 perwakilan sipil) berangkat dari sisi utara.

Salah satu anggota tim perwakilan sipil yang berangkat dari sisi Selatan ialah Iwan Irawan, yang kini berprofesi sebagai Staf EAST (Eiger Adventure Service Team).

Saat itu Kwecheng - panggilan akrab Iwan - berusia 21 tahun. Mendaki gunung merupakan hobi yang baru digelutinya.

Setelah melewati masa pelatihan di beberapa gunung di Indonesia dan Nepal, dirinya kemudian berangkat ke Gunung Everest bersama 15 pendaki lainnya.

Kwecheng belum pernah mendaki di gunung salju sebelumnya, sehingga ia amat terkejut dengan kondisi alam yang ekstrem di Everest, Karena masalah kesehatan, akhirnya ia hanya bisa mendaki sampai 7.000 mdpl, lalu turun ke base camp.

Tahun berlalu, tapi Everest tak pernah sirna dari benak Kwecheng. Hingga ada tawaran untuk melakukan pendakian The Seven Summit (Tujuh Puncak Tertinggi di Dunia) pada tahun 2010-2012, akhirnya ia iyakan.

Dalam pendakian ke Everest kali ini, ia berangkat dari sisi utara. Dan berhasil sampai di puncak.

"Mendaki gunung nyatanya bukan saja mengandalkan otot. Ada banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan pendaki seperti; soal gizi, empati, hingga berserah diri kepada Tuhan," kata Kwecheng saat diwawancara oleh CNNIndonesia.com pada Kamis (4/11) melalui sambungan telepon.

Dalam obrolan selama dua jam, Kwecheng bercerita banyak mengenai suka duka mendaki Everest, hingga pengalaman hidup dan matinya di sana.

Ada banyak kasus kecelakaan sampai kematian di Gunung Everest, mengapa masih banyak pendaki yang tetap ingin ke sana, termasuk Anda pada saat itu?

Kwecheng: Everest bukan sekedar gunung tertinggi, tapi dia juga seperti gunung yang 'wajib' diziarahi para pendaki - bila memungkinkan. Seperti syarat naik haji kan, bila mampu.

Para pendaki juga merasa kalau belum sah rasanya jika belum menziarahi Gunung Everest. Meski akhirnya banyak juga pendaki yang "ditaklukkan" gunung itu sendiri.

Berapa kisaran biaya pendakian saat itu?

Kwecheng: Sekitar tahun 1990-an, biaya pendakian ke Everest mungkin US$30 ribuan kalau dari sisi selatan, dan US$20 ribuan dari sisi utara.

Sisi selatan lebih mahal karena lebih banyak yang dilihat, meski lebih banyak area berbahayanya, seperti Khumbu Icefall.

Sisi utara lebih murah karena medannya "lebih gersang": bebatuan, minim salju, tetapi tetap menantang karena jalurnya sempit dan curam.

Harga ini juga berbeda tergantung fasilitas dan layanan yang diberikan agensi pendakiannya. Semakin nyaman tendanya, semakin banyak makananan minumannya, dan semakin panjang catatan mereka mengantarkan orang summit, maka semakin mahal.

Contoh sederhananya bisa dilihat dari tenda dan antena satelit saat di base camp. Agensi yang mahal tendanya besar dan mewah, antena satelitnya juga banyak. Belum lagi makanan dan minumannya yang bisa free flow.

Momen pendakian Gunung Everest oleh tim Seven Summits Indonesia. (Dok. Seven Summits Indonesia)Momen Iwan Irawan melakukan pendakian Gunung Everest bersama tim Seven Summits Indonesia. (Dok. Seven Summits Indonesia)

Ada kemungkinan pendaki tertipu dengan "agensi nakal"?

Kwecheng: Bisa saja, karena semakin banyak pendaki yang ingin naik Everest dengan biaya murah, dan oknum-oknum ini memanfaatkan kondisi tersebut.

"Agensi nakal" ini modusnya seperti tak transparan dalam hal fasilitas dan layanan.

Agensi yang baik sudah pasti transparan dalam segala hal. Mereka juga tak sekadar memandu pendakian, karena mereka juga menyediakan waktu aklimatisasi yang cukup, baik saat naik ataupun dan turun gunung.

Total satu bulan bersama mereka, sudah termasuk aklimatisasi saat naik dan setelah turun.

Berarti sudah bayar mahal bisa jadi pendakian sampai ke puncak gagal?

Kwecheng: Itu sangat mungkin, apalagi disebabkan oleh faktor cuaca.

Sherpa dari agensi terpercaya biasanya terbuka soal hal ini, mengapa kita tidak bisa melintas dan kapan kita bisa melintas lagi. Dan mereka sangat terbuka untuk diskusi.

Kalau dari "agensi nakal" biasanya langsung mengajak turun tanpa memberitahukan alasannya.

Mendaki Everest itu sudah pasti mahal dan mengancam nyawa, jadi lebih baik gunakan agensi besar yang sudah terpercaya.

Selain aklimatisasi, apa persiapan Anda, yang notabene pendaki dari negara tropis, untuk mendaki Everest?

Kwecheng: Saat berlatih di gunung-gunung Indonesia, saya sekaligus membiasakan diri menggunakan rock boots dan crampon, dua peralatan utama yang digunakan dalam pendakian gunung es.

Kalau di gunung-gunung Indonesia dua peralatan ini memang jarang dipakai, karena medannya tanah dan batu.

Pendakian di Everest saja sudah sulit karena faktor suhu yang dingin, ditambah lagi dengan kebiasaan menggunakan dua peralatan ini.

Kalau melihat pendaki dari Barat, wah mereka bisa sangat cepat jalannya, karena sudah terbiasa mendaki di medan salju plus di gunung yang berketinggian lebih dari 4.000 mdpl.

Saat siang hari di base camp saja mereka bisa tuh terlihat hanya pakai kaos dan celana panjang biasa, sementara pendaki dari negara-negara tropis tetap berjaket tebal sambil meringkuk kedinginan.

Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...

'Mendaki Everest Berarti Siap Mati'

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER