Jakarta, CNN Indonesia --
Penegakan diagnosis yang tepat begitu penting tak hanya buat orang dengan penyakit langka (odalangka), tetapi juga caregiver-nya. Rani Himiawati Arryani mengalaminya sendiri saat merawat mendiang putri ketiganya, Faustine Pitra Shabira.
Rani melihat ada yang berbeda dari Faustine. Saat bayi usia 8 bulan lain sudah bisa duduk, Faustine hanya bisa berguling-guling.
Saat berkonsultasi ke klinik tumbuh kembang, putrinya disebut mengalami global delay development (keterlambatan perkembangan umum).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia itu selalu ceria, enggak pernah nangis, mata agak juling keluar, kekurangan pigmen kulit, terlambat tumbuh kembang, disabilitas intelektual, ada gangguan pola tidur. Kemudian dirujuk cek kromosom di [Laboratorium] Eijkman. Hasilnya kromosom normal 23 pasang," kata Rani dalam peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia bersama Prodia di Prodia Tower, Jakarta Pusat, Selasa (28/2).
Ibu tiga anak ini belum puas. Dia pun melakukan konsultasi genetik di sebuah rumah sakit di Jakarta. Sepintas, apa yang dialami Faustine seperti menunjukkan angelman syndrome.
Akan tetapi, sekitar tahun 2009-2010 belum ada fasilitas kesehatan pengecekan kromosom untuk penyakit yang dimaksud. Sampel darah harus dibawa ke luar negeri, dan biayanya jelas tidak murah.
Rani dan sang suami pun memutuskan untuk berhenti dan memaksimalkan apa yang dibutuhkan Faustine tanpa tahu pasti penyakitnya.
"Saya belajar di UGM, 'Universitas Google Mandiri', ya googling saja," katanya disusul tawa.
"Ternyata ini [angelman syndrome] berkaitan dengan kelainan kromosom 15 dari ibu. Saya bawa petaka buat anak saya."
Simak cerita selengkapnya di halaman berikutnya..
Tiap kali melihat Faustine, selalu muncul rasa bersalah. Apalagi, penyakit ini juga tak ada obatnya.
Meski demikian, Rani tetap sebisa mungkin mengupayakan agar sang anak bisa berjalan dan duduk. Faustine baru bisa duduk di usia 2 tahun dan berjalan di usia 4 tahun.
Di tengah rasa bersalah campur tak tahu harus ke mana, Rani menemukan perkumpulan Indonesia Rare Disorders (IRD). Dari sini, ia bisa tahu terdapat program diagnosis penyakit langka sehingga kondisi Faustine bisa diketahui pasti. Faustine mengalami angelman syndrome.
"Dokter menjelaskan, kelainan genetik tidak semata-mata keturunan. Ini [bisa mutasi genetik] spontan," katanya.
Satu hal yang membuat dirinya dan suami penasaran adalah harapan hidup Faustine. Sampai usia berapa Faustine bisa bertahan? Namun, dokter hanya mengungkap bahwa umur adalah urusan Tuhan.
Berkat pertemuan dengan dokter, Rani tahu bahwa odalangka angelman syndrome akan sangat tergantung pada orang lain. Saat bertambah usia, pasien akan mengalami skoliosis.
Dari sini, ia dan sang suami memutuskan untuk mengecek organ dalam Faustine.
"Organ normal, sekarang cuma bisa bikin dia sehat dan bahagia," imbuhnya.
Setelah penegakkan diagnosis pada tahun 2019, Faustine hanya bisa bertahan hingga Februari 2022, tepat sebulan sebelum ulang tahunnya yang ke-13.
Sembari menunjukkan video Faustine, Rani berkata sang anak memang selalu ceria. Namun sebagai orang tua, ia bisa paham kapan sang anak marah atau merasa tidak nyaman.
"Dia diem. Nah, kadang kakaknya suka godain, terus dia diem. Itu dia marah," katanya.
Sepeninggal Faustine, Rani masih aktif di IRD dan grup angelman syndrome. Dalam grup terdapat 11 anak dengan penyakit yang serupa dengan Faustine.
Dalam peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia, dia berharap orang tua yang memiliki anak dengan kondisi serupa tidak perlu merasa malu dan merasa bersalah.
"Berikanlah apa yang menjadi hak anak. Hak anak untuk bermain, sekolah, walau belum semua sekolah menerima anak difabel," imbuhnya.