Pemerintah Didesak Beri Sanksi Produsen AMDK Pencemar Lingkungan

AMDK | CNN Indonesia
Jumat, 10 Mar 2023 17:21 WIB
Ilustrasi sampah di laut. (Foto: ANTARA FOTO/AMPELSA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Net Zero Waste Management Consortium, Ahmad Safrudin mendesak pemerintah memberi sanksi kepada produsen-produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang produknya mencemari lingkungan hidup. Sanksi perlu diberikan sebagai efek jera agar produk-produk mereka tidak lagi merusak alam.

"Untuk konteks perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, saatnya diberikan sanksi administrasi sebagai langkah awal pengenaan sanksi pidana lingkungan, demi menghentikan pencemaran sampah plastik," kata Safrudin dalam keterangan rilisnya menanggapi temuan Sungai Watch, Selasa (7/3) lalu.

Safrudin mengatakan demikian menanggapi temuan Sungai Watch. Dalam laporan 'Sungai Watch Impact Report 2022', tim Sungai Watch berhasil mengeluarkan 535,246 kg sampah non-organik dari sungai dan laut di Pulau Bali dan pesisir Jawa Timur pada 2022.

Dari jumlah itu, sebanyak 235,218 item diaudit dan dipilah berdasarkan merek. Hasil audit Sungai Watch itu menempatkan salah satu perusahaan multinasional menjadi salah satu merek terbesar yang produknya mencemari lingkungan, yakni sebanyak 10 persen.

Dari semua produk milik perusahaan multinasional tersebut, kemasan gelas plastik sekali pakai ditemukan menjadi penyampah terbesar dengan capaian angka 63 persen, disusul dua botol berbahan plastik polyetilena tereftalat (PET) 27 persen dan 5 persen, tutup galon guna ulang 3 persen, dan botol minuman ringan 1 persen.

Safrudin menambahkan, fakta temuan Sungai Watch menunjukkan bahwa perusahaan multinasional itu telah melakukan perbuatan melawan hukum karena memicu terjadinya pencemaran lingkungan hidup, yakni tanggung renteng pelaku dumping limbah di lingkungan, Pasal 60 dan 104 UUPPLH No 32/2009.

Selain itu, lanjut Safrudin, perusahaan dimaksud juga tidak mematuhi ketentuan peta jalan pengurangan sampah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 75/2019 yang ditetapkan bersandar pada Peraturan Presiden No 97/2017, Perpres No 83/2018, Peraturan Pemerintah No 81/2012, dan UU No 18/2008.

Menurutnya, terjadinya penumpukan sampah di lingkungan merupakan indikasi tidak dijalankannya program reduce (pengurangan sampah) dengan upsizing (menghentikan penggunaan kemasan plastik pada volume/bobot kecil), recycle dengan EPR (Extended Producer Responsibility, menarik kembali kemasan produknya untuk didaur-ulang), hingga reuse (pemanfaatan kembali kemasan plastik yang tidak berisiko pada kesehatan).

Selain pelanggaran ketentuan perundangan, Safrudin menyebut, juga terjadi pelanggaran business ethics yang berpotensi menggagalkan Indonesia mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Terutama goals 10 (reduce inequality among the countries), 11 (sustainable cities and community), 12 (sustainable consumption and production pattern), 13 (climate action), 14 (life under water), 15 (life on land), dan 17 (partnership to the goals).

"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan atau Pemerintah Daerah Provinsi Bali harus memberikan teguran dan menarik uang paksa untuk pembinaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sampah," kata Safrudin.

Sementara itu, praktisi lingkungan dari Komunitas Peduli Ciliwung, Suparno Jumar menyoroti aktivitas investor asing perlu dikendalikan lebih jauh. "Apabila terlambat ambil tindakan, maka investasi dan keuntungan yang diperoleh akan sia-sia," ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah harus bisa menjaga keseimbangan agar industri tetap tumbuh dan mampu menyerap tenaga kerja. Namun pada saat bersamaan harus sangat memperhatikan aspek lingkungan.

"Persoalan single use plastic dari industri besar, menengah dan kecil, harus segera dicarikan solusinya, karena sudah sangat mendesak," kata Suparno.

Sebelumnya Sungai Watch menyebut audit merek dalam 'Sungai Watch Impact Report 2022' itu karena pengumpulan data polusi sampah plastik sudah mendesak dilakukan.

"Tujuannya untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh dari mana sumber sampah plastik, dan industri apa saja yang bertanggungjawab atas sampah tersebut," tulis Sungai Watch.

Di lokasi berbeda hasil survei Brand Audit Sampah Plastik yang dilakukan bersama salah satu media nasional bekerjasama dengan para relawan lingkungan di 11 kelurahan Kota Bogor yang dilintasi aliran Sungai Ciliwung juga mendapati temuan yang sama.

Hasil survei yang dilakukan pada 22-27 September 2022 ini menempatkan perusahaan multinasional tersebut di posisi puncak sebagai penyampah plastik terbesar dengan kontribusi 40,4 persen, mengalahkan merek AMDK lainnya.

Pun demikian dengan hasil audit merek terbaru yang dikeluarkan organisasi lingkungan berskala internasional Break Free From Plastic (BFFP), sepanjang 2018-2022. Hasilnya, perusahaan multinasiol itu juga berada dalam 10 besar pencemar sampah plastik terbesar di dunia bersama perusahaan-perusahaan multinasional lainnya.

(osc)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK