Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mulai mewaspadai potensi masuknya virus Marburg ke Indonesia. Virus ini disebut memiliki tingkat fatalitas yang tinggi.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat tidak lengah terhadap potensi masuknya virus Marburg.
"Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg. Pemerintah daerah, fasilitas layanan kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait diminta untuk waspada.
Indonesia sendiri telah melakukan penilaian risiko cepat penyakit yang disebabkan virus Marburg pada 20 Februari lalu. Hasilnya, didapatkan bahwa kemungkinan adanya importasi kasus virus Marburg di Indonesia terbilang rendah.
Namun demikian, Syahril tetap mengingatkan masyarakat tetap waspada karena penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg memiliki fatalitas yang tinggi, dengan angka mencapai 88 persen.
Virus ini satu famili dengan virus penyebab Ebola. Penularan pada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi. Virus juga bisa menular melalui benda yang terkontaminasi.
Kelelawar host atau Rousettur aegyptiacus adalah hewan pembawa virus Marburg. Namun, kelelawar ini tidak ditemukan Indonesia.
Virus ini menimbulkan penyakit demam berdarah yang jarang terjadi. Gejalanya mirip dengan penyakit lain seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia.
"Hal ini [kemiripan gejala] yang menyebabkan penyakit virus Marburg susah diidentifikasi," ujar Syahril.
![]() |
Demam berdarah yang disebabkan oleh virus Marburg biasanya menimbulkan beberapa gejala, seperti berikut:
- demam tinggi,
- sakit kepala,
- nyeri otot,
- mual muntah,
- diare,
- pendarahan.
Penyakit ini dapat menyebabkan pendarahan pada hidung, gusi, vagina, atau melalui muntah dan feses. Pendarahan biasanya muncul pada hari ke-5 hingga ke-7.
Hingga saat ini, belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah penularan virus Marburg. Saat ini, ada dua vaksin Marburg yang memasuki uji klinis fase 1, yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen.
"Belum ada obat khusus. Pengobatan [infeksi virus Marburg] bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit," ucap Syahril.
Diberitakan sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sembilan kematian akibat virus Marburg di Guinea Ekuatorial. Gejala yang dialami berupa demam, kelelahan, muntah berdarah, dan diare.
Guinea Ekuatorial sendiri telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) terhadap mewabahnya paparan virus Marburg sejak Februari lalu.