Para pekerja seks yang menghuni red light district De Wallen, Amsterdam, Belanda menggelar protes terhadap rencana pemindahan lokasi dan pembatasan jam operasional.
Dalam protes yang digelar pada Kamis (30/3) itu, para demonstran berjalan menuju balai kota di mana mereka akan menemui Wali Kota Amsterdam Femke Halsema. Protes ini dilakukan untuk menyela pertemuan dewan yang membahas opsi lokasi pemindahan lokalisasi.
Mereka mengenakan topeng untuk menyembunyikan identitas sambil melambaikan payung merah serta spanduk bertuliskan "Save the Red Light".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka juga membawa petisi yang ditandatangani oleh 266 pekerja seks. Petisi tersebut berisi seruan untuk menambah jumlah polisi di De Wallen, alih-alih membatasi jam operasional dan memindahkan lokasi.
"Keuntungan bekerja di balik jendela (window worker) adalah bahwa kami dapat terlihat, dan kami merasa lebih aman. Di pusat erotis, kami tidak memiliki perasaan yang sama karena kami tertutup di dalam gedung," kata Ketua Red Light United Felicia Anna, mengutip CNN.
Wacana pemindahan red light district Amsterdam ini sebenarnya telah muncul sejak lama. Namun belakangan, wacana ini kian menguat.
Pihak berwenang setempat mengatakan bakal memindahkan para pekerja seks di De Wallen untuk mengurangi kejahatan dan perilaku turis yang mengganggu di kota tersebut.
Pemerintah bahkan disebut berencana menyiapkan sebuah gedung di daerah yang belum diinformasikan.
"Kami benar-benar tidak setuju dengan solusi yang mereka [pihak berwenang] tawarkan, yang mereka paksakan. Mereka bahkan tidak bernegosiasi dengan organisasi pekerja seks," kata seorang pekerja seks Sabrina Sanchez, mengutip AFP.
![]() |
Tak cuma soal pemindahan, aturan baru yang berlaku sejak Sabtu (1/4) juga membatasi aktivitas di red light district De Wallen. Peraturan baru mengharuskan para pekerja seks untuk menutup pintu mereka pada pukul 3 pagi, bukan lagi jam 6 pagi.
Hal ini dilakukan untuk memerangi apa yang pemerintah setempat gambarkan sebagai perilaku yang mengganggu oleh orang-orang yang mengunjungi kawasan tersebut.
Anna mengatakan bahwa pengurangan jam kerja akan secara drastis mengurangi pendapatan para pekerja seks. Akibatnya, banyak dari mereka yang hampir tak dapat menutupi pengeluaran seperti sewa kamar dan taksi untuk pulang ke rumah.
"Sebagian besar pekerja mulai bekerja setelah jam 12 atau jam satu dini hari, ketika bar mulai tutup," kata Anna. Dengan dibatasinya jam operasional, lanjut Anna, artinya mereka hanya punya waktu dua jam untuk menghasilkan uang.
Senada dengan Anna, pekerja seks Violet (bukan nama sebenarnya) mengatakan bahwa banyak klien yang datang antara pukul 3-6 pagi. Hal ini utamanya berlaku untuk pekerja seks dari komunitas transgender.
Violet juga menyoroti keamanan para pekerja seks saat pulang ke rumah. Menurutnya, pulang ke rumah pukul 3 pagi lebih tidak aman dibandingkan pukul 6 pagi.
"Jika Anda melakukan perjalanan pulang ke rumah pada pukul tiga pagi, terutama jika semuanya tutup, maka itu membuat Anda, sebagai pekerja seks, berada dalam kerentanan yang lebih besar," Violet menjelaskan.