Halal bihalal jadi salah satu tradisi paling populer yang dijalankan masyarakat Indonesia saat Lebaran. Dalam kegiatan halal bihalal, orang-orang akan mengunjungi rumah keluarga dan kerabat untuk saling bersilaturahmi.
Sebenarnya, apa arti kata Halal bihalal?
Dilansir dari situs Majelis Ulama Indonesia (MUI), halal bihalal merupakan kata serapan dari bahasa Arab. Secara susunan kalimat, halal bihalal berasal dari kata هذا حلال بحلال "hadza halalun bihalalin" yang artinya "Ini adalah Halal bihalal."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, kalimat halal bihalal dapat mengandung pengertian menukar yang halal (kebaikan) dengan yang halal juga (kebaikan) yang diwujudkan dengan kesungguhan saling bermaaf-maafan.
Sementara itu, dikutip dari NU Online, Pakar Tafsir M Quraish Shihab menjelaskan terdapat makna yang terkandung dalam istilah halal bihalal dalam bukunya Membumikan Al Quran (1999). Quraish menjelaskan sejumlah aspek tentang arti halal bihalal, yaitu dari segi hukum fikih, tinjauan bahasa atau linguistik, dan tinjauan Al-Qur'an.
Halal yang oleh para ulama dipertentangkan dengan kata haram, apabila diucapkan dalam konteks halal bihalal akan memberikan kesan bahwa mereka yang melakukannya akan terbebas dari dosa. Dengan demikian, halal bihalal menurut tinjauan hukum fikih menjadikan sikap kita yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi.
Ini tentu baru tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku halal bihalal, seperti secara lapang dada saling maaf-memaafkan.
Kata halal dari segi bahasa terambil dari kata halla atau halala yang mempunyai berbagai bentuk dan makna sesuai rangkaian kalimatnya. Makna-makna tersebut antara lain, menyelesaikan problem atau kesulitan atau meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.
Dengan demikian, jika kita memahami kata halal bihalal dari tinjauan kebahasaan ini, seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali. Hal ini dimungkinkan jika para pelaku menginginkan halal bihalal sebagai instrumen silaturahmi untuk saling maaf-memaafkan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.
Halal yang dituntut adalah halal yang thayyib, yang baik lagi menyenangkan. Dengan kata lain, Al-Qur'an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak.
Inilah yang menjadi sebab mengapa Al-Qur'an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain, tetapi juga lebih dari itu yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya.
(put/put)