Dari keenam aspek yang sebelumnya dibahas untuk jenjang TK, aspek-aspek tersebut dijelaskan Aninda dengan lebih kompleks untuk jenjang SD.
Sebelum memulai jenjang SD, orang tua perlu memastikan jika anak sudah mampu mandiri.
"Artinya, sudah bisa melakukan kegiatan bantu diri sendiri seperti pakai baju sendiri, pakai sepatu sendiri, dan makan sendiri," ucap Aninda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Lebih kompleks dari jenjang TK, mengontrol diri untuk persiapan anak jenjang SD berarti memahami konsep benar atau salah dan boleh atau tidak boleh.
"Sederhananya, misalkan anak bosan belajar padahal masih waktunya sekolah, mereka perlu untuk mengontrol diri, bisa langsung lari keluar kelas atau tetap harus stay di kelas," lanjutnya.
Untuk jenjang ini, anak sudah perlu mulai paham seperti apa konsep pertemanan yang sehat, mulai memahami akan perilaku bullying dan dampaknya, dan lain sebagainya.
Anak juga tentu perlu memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran. Menurut Aninda, hal ini berarti anak memiliki dorongan untuk belajar hal-hal baru yang lebih kompleks.
"Hal ini biasanya terlihat dengan banyak pertanyaan-pertanyaan ingin tahu yang mereka lontarkan," kata Aninda.
![]() |
Menurut dia, meski calistung atau baca tulis hitung dikatakan bukan merupakan syarat utama masuk SD, anak masih perlu memiliki kemampuan calistung.
"Kenyataannya pelajaran di SD kelas 1 sudah menerapkan kemampuan calistung ini," pungkasnya.
Selain aspek kesiapan dari diri anak, ada juga aspek kesiapan dari sisi orang tua dan sekolah. Menurut Aninda, selain dari segi finansial, orang tua juga perlu memiliki kesiapan untuk mendukung pendidikan anak dengan cara ikut memfasilitasi anak belajar dengan baik di rumah.
"Artinya mau membantu anak belajar, mau membantu mengecek tugas-tugas sekolah anak dan lain sebagainya," kata dia.
Sementara dari sisi sekolah, penting bagi orang tua untuk memastikan sekolah, guru, dan fasilitasnya mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anak.
(del/pua)