Tim Obgyn Center di Mayapada Hospital Bogor mencatatkan keberhasilan melakukan tindakan perdana Total Laparoscopic Hysterectomy Bilateral Salpingo-oophorectomy (TLHBSO), baru-baru ini.
Dipimpin oleh dr. Yudi Andriansyah, Sp.OG(K)Onk, M.Kes sebagai dokter operator utama, saat itu tim melakukan tindakan pengangkatan rahim, kedua indung telur beserta salurannya menggunakan teknik bedah laparoskopi.
"Tindakan ini dilakukan pada seorang pasien wanita dengan kista ovarium dan miom pada rahim, serta memiliki riwayat kanker payudara sebelumnya dan telah menjalani beberapa terapi kanker," kata dr. Yudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara spesifik, bedah laparoskopi adalah teknik bedah invasif minimal yang digunakan untuk mengakses dan melakukan tindakan di daerah perut dan panggul. Laparoskop sendiri merupakan instrumen berupa batang teleskopik tipis dengan kamera di ujung.
Dalam prosesnya, dokter akan membuat sayatan kecil seukuran 0,5 cm sampai 1 cm di dinding perut, lalu memasukkan laparoskop untuk mendapatkan visual langsung ke dalam tubuh, tanpa harus membuka perut secara menyeluruh.
Selanjutnya, dokter beserta tim akan dapat melakukan tindakan operasi dengan dibantu tampilan gambar dari laparoskop pada layar monitor. Tampilan jaringan dan struktur kecil yang mendetail, termasuk dari pembuluh darah, menjadi keunggulan teknik ini, di mana dokter bekerja dengan presisi tinggi guna mengurangi risiko cedera.
dr. Yudi mengatakan, keterampilan dokter operator turut memegang faktor penting dalam keberhasilan bedah laparoskopi.
"Dengan penggunaan alat yang canggih dan keahlian dokter yang terlatih, maka dapat memberikan perawatan yang optimal dan memastikan keselamatan pasien selama tindakan bedah laparoskopi," katanya.
Berfungsi sebagai tujuan diagnostik dan pengobatan penyakit kandungan, penerapan laparoski ginekologi dapat digunakan untuk sakit endometriosis, yakni terkait diagnosis, eksisi, atau ablasi jaringan endometriotik.
Pada kasus kista ovarium, laparoski ginekologi membantu dokter dalam evaluasi dan saat pengangkatan kista. Pada kasus evaluasi tuba atau saluran indung telur, dokter menggunakan teknik laparoski ginekologi untuk mengecek potensi penyumbatan atau kelainan di saluran indung telur, serta untuk sterilisasi tuba.
Sementara pada kasus histerektomi, dokter memanfaatkan teknik laparoski ginekologi saat mengangkat rahim.
Dokter juga bisa memakai teknik yang sama pada kasus adhesi atau perlengketan panggul, baik untuk evaluasi maupun tindakan terkait jaringan parut di panggul.
dr. Yudi menyatakan, bedah laparoskopi memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan teknik bedah terbuka, termasuk lebih minim sayatan. Artinya, pendarahan yang lebih sedikit, juga rasa nyeri pasca operasi yang minimal.
Pasien akan dapat segera kembali beraktivitas, berkat waktu pemulihan yang lebih cepat, dan periode rawat inap yang lebih singkat. Bedah laparoskopi juga memperkecil risiko komplikasi, seperti infeksi luka, hernia, hingga organ yang lengket.
Lebih jauh, dr. Yudi mengingatkan bahwa kesesuaian operasi laparoskopi sepenuhnya bergantung pada kondisi penyakit dan kesehatan pasien secara keseluruhan, serta kemampuan ahli bedah ginekologi.
"Evaluasi dan konsultasi menyeluruh dengan dokter spesialis kandungan sangat penting untuk menentukan pendekatan yang paling tepat untuk setiap kasus individu," kata dr. Yudi dari Mayapada Hospital.
(rea)