Masih di area Kesawan, ada restoran Tip-Top, sebuah restoran legendaris dengan menu oriental, Barat dan Indonesia. Restoran ini berdiri sejak 1934. Letaknya tidak jauh dari rumah Tjong A Fie.
Teringat pesan seorang pengemudi taksi online yang juga warga asli Medan, saya memutuskan untuk memesan bistik.
"Rasanya tidak berubah sejak dulu. Harus coba itu, sama tart. Itu bisa jadi oleh-oleh tapi jangan yang ukuran kecil, nanti keras," pesannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benar saja, bistik Tip-Top adalah menu favorit. Pilihanya banyak seperti Bistik Lidah Lembu, Bistik Udang, Bistik Ayam, Bistik Sapi. Saya memilih Bistik Sapi yang disajikan bersama saus, kentang dan salad.
Untuk dessert, salah satu yang jadi favorit adalah Ystaart yakni es krim berlapis cake dan slagroom alias whipped cream era kolonial Belanda.
Karena dulunya Tip-Top adalah toko kue, kue-kue di sini pun masih mempertahankan kekhasan kue jadul. Tart, misalnya, disajikan dengan sederhana, menggunakan topping meses dan dipanggang menggunakan bahan bakar arang.
Untuk menikmati bistik, harganya dibanderol mulai dari Rp79 ribu. Kemudian Ystaart dibanderol Rp27 ribu. Sementara itu, aneka tart berukuran mini dihargai Rp9.500.
![]() |
Area Kesawan sedang berbenah sehingga di beberapa titik terdapat perbaikan trotoar. Namun kawasan ini terbilang ramah pejalan kaki seperti Braga. Bedanya, Kesawan memang tidak seramai Braga.
Setelah jalan-jalan di Kesawan, coba mampir di Pos Bloc Medan. Seperti halnya Pos Bloc Jakarta, Medan juga mendandani gedung pos lawasnya jadi area tongkrongan anak muda.
Sebelum menjajal beberapa lapak makanan atau minuman di sana, saya melongok ke ruang Pos House of Fame. Ruangan memotret perjalanan surat-menyurat di Medan dan Indonesia. Terdapat aneka koleksi perangko dari berbagai edisi, kemudian timbangan tempo dulu untuk menimbang barang kiriman.
Puas berkeliling, saatnya duduk dan menikmati sore sembari minum minuman dingin atau menyantap camilan. Ada sekitar 14 tenant makanan dan minuman. Selain itu, ada pula tenant photo box dan beberapa sudut ruang semi terbuka untuk sekadar duduk bercengkrama.
![]() |
Perjalanan bertema masa lalu di Medan bakal lengkap kalau ke Istana Maimun. Istana ini merupakan istana Kesultanan Deli yang dibangun Sultan Ma'Moen Al Rasyid Perkasa Alam Shah atau Sultan Deli IX.
Istana dibangun pada 1888-1891. Istana awalnya dinamakan Istana Agung Kota Medan lalu diubah jadi Istana Maimun. Pembangunan istana merupakan permintaan sang istri, Siti Maimunah, sehingga untuk menghormati sang istri, istana dinamakan Istana Maimun.
Istana Maimun memiliki luas 2.772 meter kubik dengan 30 ruangan. Namun hanya 3 ruangan yang dibuka untuk pengunjung, sementara ruangan lain memang difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga Kesultanan Deli.
"Tiga ruangan tadi ada kegunaan masing-masing. Ruangan depan sebagai ruangan untuk menyambut tamu, ruangan tengah sebagai meeting dan ruang belakang sebagai ruang makan," jelas Nida, pemandu wisata Istana Maimun.
Tak heran jika ada acara pernikahan keluarga sultan atau persemayaman jenazah anggota keluarga kesultanan yang meninggal, semua dilakukan di Istana Maimun.
Desain interior istana memadukan berbagai unsur budaya seperti Melayu Deli berpadu dengan unsur-unsur mancanegara. Nida menjelaskan langit-langit atau plafon diimpor dari Iran, kemudian lantai marmer didatangkan dari Italia, lampu dari Prancis, dan kipas angin dari Belanda.
Satu motif atau gambar yang terukir dan sangat lokal adalah bunga tembakau. Dulu, tembakau adalah sumber perekonomian penduduk setempat. Sementara itu, istana berhias warna kuning dan hijau sebab menurut kepercayaan sultan, kuning melambangkan kejayaan dan kemakmuran, sedang hijau lambang Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kesultanan Deli sebenarnya masih eksis. Sultan Deli XIV naik tahta di usia 7 tahun karena sang ayah, Sultan Deli XIII, wafat akibat kecelakaan di Aceh pada 2005.
Tak perlu bingung jika menemukan penjual suvenir di dalam istana sebab para penjual ini berasal dari keluarga sultan. Untuk menikmati nukilan sejarah Kesultanan Deli, saya hanya perlu membayar tiket Rp10 ribu.
Lepas dari Istana Maimun, jangan lupa sempatkan ke Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya Medan. Bangunan masjid berada tepat di timur istana atau tinggal berjalan kaki menyeberang Jalan Brigadir Katamso.
Kompleks masjid jadi satu dengan makam keluarga Kesultanan Deli. Sayangnya, saya tidak bisa masuk dan hanya mengintip dari balik pagar. Berkunjung ke masjid ini harus berbusana tertutup dan mengenakan penutup kepala.