7 Cara Kendalikan Emosi saat Marah, Hindari Perpecahan dalam Hubungan
Dalam hubungan, persoalan sepele bisa saja memicu kemarahan. Anda mesti pandai mengendalikan rasa marah daripada hubungan jadi rusak. Simak cara mengendalikan emosi saat marah.
Kemarahan merupakan sebuah emosi yang tidak bisa dihindari dan wajar untuk dirasakan. Ada kalanya marah cepat hilang, tapi ada kalanya marah itu bertahan karena tidak pernah dihadapi dan diselesaikan.
"Ketika marah terus berlanjut, hal itu menjadi kebencian. Kebencian cenderung bertahan lebih lama," tulis Berit Brogaard, profesor filosofi di University of Miami, di laman Psychology Today.
Kebencian tentu tidak sehat dalam hubungan dan sewaktu-waktu bisa 'meledak'.
Cara mengendalikan emosi saat marah
Anda perlu strategi untuk mengendalikan rasa marah agar tidak menumpuk atau meluap hingga rentan merusak hubungan.
1. Kenali rasa marah
Upayakan untuk mengenali rasa marah Anda dan bagaimana itu mempengaruhi Anda dan orang lain. Tanda-tanda ledakan kemarahan antara lain, wajah memerah, gigi terkatup, tangan mengepal, dahi mengkerut, mata membentuk tatapan tajam dan tanda lain.
Sementara sakit perut, sakit kepala, dada atau tenggorokan sesak, jantung berdebat, kelelahan, kecemasan, dan depresi bisa menandakan kebencian berkepanjangan.
2. Jangan abai
Sebagian orang memilih jalan pintas dengan mengabaikan marah. Brogaard menyarankan untuk tidak mengabaikannya sebab bisa memperburuk keadaan.
Menurut dia, mulai dengan mengontrol cara bereaksi terhadap rasa marah. Tanya pada diri sendiri kenapa marah.
"Cobalah untuk memahami sepenuhnya alasan di balik kemarahan Anda sebelum menyampaikannya pada orang lain," katanya.
3. Berpikir sebelum bertindak
Coba pikirkan, apa terus marah pada pasangan benar-benar berguna atau tidak. Tindakan yang diambil akan menuai konsekuensi yakni memperbaiki atau memperburuk situasi.
Seperti dilansir dari Marriage, belajar untuk ambil jeda dan tarik napas panjang sebelum memberikan respons.
4. Pahami perspektif pasangan
Tiap cerita punya dua sisi. Kemarahan kerap timbul karena salah satu pihak langsung lompat pada kesimpulan. Coba untuk membuka diri terhadap pandangan atau perspektif pasangan.
Saat menemukan cerita versi utuh, rasa marah bisa lebih terkendali.
5. Belajar untuk asertif
Tak masalah mengekspresikan apa yang dirasakan. Namun biasakan untuk berkomunikasi secara asertif. Komunikasi asertif tidak dengan meninggikan suara, membentak, meremehkan atau melakukan hal yang mengarah pada pelecehan.
Komunikasi asertif melibatkan pengendalian emosi, membela diri dan mengekspresikan perasaan dan pikiran dengan tegas tapi tetap terbuka pada umpan balik lawan bicara.
6. Fokus pada fakta
Pikiran penuh amarah bisa memperburuk rasa marah. Anda marah karena, misal, pasangan yang tak kunjung memberikan kabar dan kecemasan Anda bahwa dia akan berselingkuh. Skenario dalam pikiran bisa memperburuk situasi.
Melansir dari Very Well Mind, daripada memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak ada atau belum terbukti, sebaiknya fokus pada fakta. Pasangan tidak memberikan kabar dan memang masih jam kerja.
7. Kerjasama untuk menyelesaikan persoalan
Saat ada perbedaan argumen dengan pasangan, insting yang biasanya muncul adalah bagaimana memenangkan argumen.
Pendekatan yang tepat sebaiknya kerjasama sebagai tim untuk menemukan solusi demi menciptakan harmoni sekaligus meredakan marah.
Anda, misal, marah karena pasangan terus sibuk dan Anda merasa tidak dipedulikan. Daripada bilang 'Kamu selalu sibuk sama pekerjaanmu', lebih baik 'Kita sudah lama tidak menghabiskan waktu berdua, aku merasa diabaikan'.
(els/pua)