'Setengah Hati' Jokowi Tangani Kasus Obesitas

Putri Annisa | CNN Indonesia
Jumat, 20 Okt 2023 11:00 WIB
Presiden Jokowi dan kabinetnya belum sepenuhnya menangani obesitas. Obesitas bahkan jadi salah satu indikator RPJMN yang berisiko tak tercapai pada 2024.
Ilustrasi. Pemerintahan Presiden Jokowi belum sungguh-sungguh menangani angka obesitas yang terus meroket. (iStockphoto/Motortion)

Masih hangat dalam benak kisah Muhammad Fajri, pria 26 tahun yang mengalami obesitas dengan bobot tubuh mencapai 300 kilogram. Upaya perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, tak berhasil menolongnya. Fajri meninggal dunia pada Juni lalu.

Fajri disebut mengalami kegagalan multi-organ akibat bobot tubuhnya yang berlebihan. Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, Fajri mengalami sepsis akibat infeksi pada kaki kanannya.

Apa yang terjadi Fajri menjadi pengingat bahwa obesitas bukan kondisi yang bisa disepelekan. Obesitas bisa berdampak sedemikian rupa hingga mengancam nyawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti kata orang, lebih baik mencegah daripada mengobati. Obesitas perlu dicegah untuk menghindari hal-hal tak diinginkan yang bisa muncul karenanya.

Hal ini juga diamini oleh Narila. Wakil Sekjen IAKMI itu mengatakan upaya pencegahan menjadi sangat penting dalam penanganan obesitas.

Dari lima tingkat pencegahan (five level of prevention), setidaknya pemerintah perlu fokus kepada tiga hal. Di antaranya health promotion (edukasi), specific protection (perlindungan spesifik), serta early detection (deteksi dini) dan prompt treatment (pengobatan segera).

Kata dia, promosi edukasi harus masif dilakukan. Bukan hanya oleh pemerintah, tapi semua pemangku kepentingan. Tak sekadar edukasi lewat media sosial, namun betul-betul harus menyentuh seluruh lapisan masyarakat agar menyadari bahaya obesitas yang mengintai.

"Sehingga kita berharap ada perubahan perilaku hidup sehat, asupan gizi seimbang, aktivitas fisik dilaksanakan," ujarnya.

Edukasi pencegahan obesitas juga harus menyasar kelompok usia rentan seperti balita dan remaja. Sementara kelompok usia dewasa perlu dipaparkan soal risiko penyakit tidak menular.



Selain itu, sebagai bentuk upaya specific protection, pemerintah perlu membuat regulasi ketat untuk produsen makanan dan minuman manis beserta pinalti jika melanggar aturan. Narila juga mengingatkan soal pentingnya monitoring dan evaluasi dari implementasi aturan tersebut.

"Jadi simultan, tuh. Masyarakatnya diberi pengetahuan, kesadaran, diajak perubahan perilaku ke perilaku hidup sehat. Secara bersamaan juga aturan-aturan yang terkait pembatasan kandungan tadi, ya, bisa dijalankan secara konsisten," ujar Narila.

Berikutnya, kata dia, jangan lupa upaya deteksi dini. Jangan sampai orang yang berisiko jadi mengalami obesitas di kemudian hari dan dibiarkan.

Presiden Jokowi masih menyisakan PR masalah kesehatan di Indonesia di satu tahun masa pemerintahannya tersisa. Selain obesitas, Bappenas juga menyoroti isu imusisasi dasar, penurunan berat badan balita, tuberkulosis, eliminasi malaria dan kusta, tingkat merokok pada anak, dan tenaga kesehatan sebagai indikator RPJMN yang berisiko tak tercapai pada 2024 mendatang.

Banyaknya target dalam RPJMN yang berisiko tak tercapai itu menimbulkan pernyataan soal keseriusan pemerintah Jokowi dalam menangani masalah kesehatan.

Menurut Narila, pemerintah sebenarnya sudah cukup perhatian terhadap masalah kesehatan karena memiliki program-program yang nyata. Narila mencontohkan program Germas yang sudah ada sejak 2017, serta CERDIK dan PATUH sebagai upaya pencegahan penyakit tidak menular.

"Cuma apakah kemudian cukup dengan edukasi saja? Perlu ada yang secara lebih komprehensif dilakukan," kata dia.

(asr/asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER