Obesitas Bukan Cuma Kelebihan Makanan dan Kurang Gerak, Tapi Soal Otak
Selama ini, banyak orang beranggapan bahwa obesitas disebabkan karena makan berlebihan dan kurang gerak. Padahal sebenarnya obesitas juga bisa disebabkan karena berbagai penyebab lainnya, termasuk yang berhubungan dengan otak.
Dokter spesialis gizi dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia, Gaga Irawan Nugraha mengatakan memang terdapat hubungan yang cukup kuat antara otak dengan obesitas. Hal ini berkaitan dengan tugas otak sebagai pusat pengaturan nafsu makan dan perilaku makan seseorang.
Dia menyebut bahwa obesitas juga disebabkan karena cara kerja otak dalam meregulasi nafsu makan.
"Ada kaitannya. Jadi cara kerjanya ketika orang merasa lapar, itu sebenarnya otak yang sedang memberikan perintah ke tubuh bahwa kamu lapar," kata Gaga dalam acara menyambut Hari Obesitas Sedunia 2024 yang digelar Novo Nordisk di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Gaga menjelaskan, hubungan otak dengan obesitas ini dipengaruhi oleh tiga penggerak utama. Tiga penggerak itu mulai dari homeostatic eating yang dipengaruhi oleh sinyal lapar, hedonic eating yakni rasa lapar yang dipengaruhi keinginan atau kesenangan, dan executive function yang melibatkan pengambilan keputusan untuk makan.
Sinyal ketiga, atau executive function ini sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni intervensi gaya hidup. Misal, saat Anda berada di lingkungan dengan kebiasaan makan tengah malam, atau makan makanan manis hingga cepat saji keputusan untuk makan akan diproses oleh otak.
"Nah, intervensi gaya hidup ini juga memengaruhi executive function yang bisa memunculkan pengambilan keputusan untuk makan," kata dia.
Sebagai contohnya, Anda tiba-tiba memutuskan untuk makan hanya karena orang di sekitarnya makan makanan cepat saji atau minum minuman manis. Padahal tubuh tidak merasa lapar sama sekali.
"Jadi otak akan merespons itu, lalu muncullah rasa lapar yang sebenarnya tidak dibutuhkan tubuh," kata dia.
Obesitas itu Kompleks
Gaga menyebut untuk tak meremehkan kompleksitas ilmiah dari obesitas. Sebab kata dia, pemahaman akan keseimbangan energi merupakan hal yang penting untuk menentukan langkah-langkah yang efektif untuk mengatasi obesitas.
Memberikan pemahaman terkait obesitas juga merupakan langkah krusial dalam mengatasi masalah yang kompleks berkaitan dengan obesitas.
Misalnya dengan menyediakan penanganan obesitas yang lebih komprehensif dan beralih dari yang semula hanya fokus pada indeks massa tubuh menjadi penanganan komplikasi terkait obesitas.
Selain itu, diperlukan juga tiga pilar pendukung untuk memberikan perawatan obesitas yang lebih baik, yaitu intervensi psikologis dan perilaku, farmakoterapi, hingga bedah bariatrik.
"Walaupun terapi gizi medis dan aktivitas fisik merupakan dasar untuk mengelola obesitas, hal ini tidak cukup bagi banyak pasien. Makanya, intervensi lainnya memang perlu dilakukan," kata dia.
(tst/chs)