Deret Mitos tentang Madu yang Bikin Salah Kaprah, Stop Percaya Lagi
Banyak mitos tentang keaslian madu yang membuat sebagian masyarakat bingung dan kesulitan dalam memilih madu. Apa saja?
Madu dipercaya memiliki berbagai manfaat kesehatan. Selain rasanya yang manis alami, madu dianggap lebih sehat karena mengandung indeks glikemik yang rendah.
Melansir berbagai sumber, madu mengandung zat yang bersifat antioksidan, antiradang, dan antibakteri, serta beragam kandung nutrisi yang baik untuk tubuh.
Meski demikian, masyarakat perlu waspada dalam memilih madu yang asli. Alih-alih ingin sehat, mengonsumsi madu palsu justru menimbulkan berbagai penyakit pada tubuh seperti diabetes, jantung, dan berbagai penyakit lainnya.
Salah satu cara untuk mengetahui keaslian madu secara ilmiah tentu dengan pengujian lab untuk mengetahui adanya enzim diastase.
Keberadaan enzim diastase biasanya ditunjukkan dengan bukti gas dan busa pada madu.
Mitos tentang madu
Agar tak salah kaprah, berikut ini sejumlah mitos tentang madu yang sebaiknya sudah tidak Anda percaya lagi.
1. Madu asli tidak berubah warna
Perubahan warna pada madu adalah hal yang biasa. Hal tersebut disebabkan adanya reaksi Maillard atau reaksi pencoklatan non enzimatis yang justru bisa meningkatkan kadar antioksidan dalam madu.
Seperti diketahui, antioksidan bermanfaat sebagai penangkal radikal bebas yang bisa memicu serangan jantung, kanker, katarak, dan menurunnya fungsi ginjal.
"Dengan begitu bisa dipastikan bahwa mitos mengenai madu asli tidak akan berubah warna adalah salah," kata Dewi Masyithoh, , Owner & Komisaris Kembang Joyo Group, dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Ahli gizi sekaligus Asosiasi Pelatih Kebugaran Indonesia (APKI) Approved Educator, Irtya Qiyamulail juga berkata bahwa warna madu tidak berpengaruh pada keaslian madu.
"Warna pada madu dipengaruhi oleh viskositas dan kadar airnya. Warna madu tidak berpengaruh pada keaslian madu, tetapi terhadap mutu madu tersebut. Warna dan rasa madu dipengaruhi oleh umur simpan dan sumber nektar," katanya dalam keterangan terpisah.
2. Madu asli tidak disukai semut
Mitos tentang madu selanjutnya adalah madu asli tidak disukai semut. Menurut Irtya, baik madu asli atau tidak sebenarnya sama-sama akan dikerubungi semut.
Menurut Irtya, tingkat rasa manis atau pahitnya madu bergantung dari sumber makanan lebah atau nektarnya.
Selain itu, seberapa cepat madu menarik perhatian semut juga bergantung dari beberapa faktor antara lain kadar air, kelembapan lingkungan dan lokasi penyimpanan madu.
"Kandungan air yang lebih banyak pada madu akan menyebabkan madu tidak terlalu lengket, hal ini menyebabkan lebih banyak molekul udara dan aroma yang dilepaskan melalui penguapan sehingga lebih mudah menarik semut," paparnya.
"Ketika lingkungan lembap, serangga akan lebih mudah menangkap bau sehingga semut akan lebih mudah tertarik."
Di samping itu, menurut Dewi, umumnya semut menyukai madu, bahkan sejak masih berbentuk nektar yang baru keluar dari ujung tanaman.
Saking menyukainya, lebah dan semut sering berebut untuk mengambil nektar. Meskipun begitu, ada beberapa kondisi madu yang tidak disukai oleh semut, salah satunya madu yang belum cukup umur.
Madu yang belum cukup umur akan mengakibatkan terjadinya fermentasi yang mana akan menghasilkan karbondioksida yang tidak disukai semut.
"Kesimpulannya, semut akan menyukai madu yang sudah cukup umur panen dan tidak menyukai madu yang mengalami fermentasi," tambah Dewi.
3. Madu asli bisa meletup
Meletup atau tidaknya madu di dalam botol pada saat dibuka tidak bisa menjadi jaminan keaslian madu tersebut.
Madu berasal dari cairan tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Secara alamiah, madu mengandung sel ragi (khamir). Sel ragi ini akan lebih mudah mengalami proses fermentasi pada madu dengan kadar air yang tinggi.
"Hasil dari fermentasi ini adalah karbondioksida (CO2) yang berbentuk gas. Gas yang terakumulasi inilah yang menyebabkan letupan pada botol yang tertutup rapat," kata Irtya.
4. Madu yang mengkristal tanda madu palsu
Kristalisasi madu sering salah diartikan masyarakat sebagai pemalsuan madu. Padahal, kristalisasi atau penggumpalan madu merupakan hal lumrah yang terjadi secara alami dan spontan pada madu.
Menurut Irtya, proses kristalisasi yang terjadi pada madu bergantung juga pada rasio fruktosa dan glukosa.
"Semakin tinggi kandungan fruktosa yang ada dalam madu (yang biasanya konsistensi madu tidak kental) maka kemungkinan kecil madu tersebut akan mengalami proses kristalisasi, begitu pun sebaliknya," katanya.
Dia menambahkan, kadar glukosa yang tinggi menyebabkan madu mudah untuk mengkristal dikarenakan glukosa memiliki tingkat kelarutan yang lebih rendah dibandingkan fruktosa.
Demikian penjelasan tentang mitos tentang madu yang sebaiknya tidak Anda percaya lagi.
(tim/pua)