Apa Itu Cancel Culture, Fenomena Sosial yang Kontroversial

CNN Indonesia
Selasa, 18 Feb 2025 07:45 WIB
Cancel culture adalah praktik sosial saat seseorang diboikot karena perilaku atau ucapan kontroversial. Fenomena ini penuh pro dan kontra.
Ilustrasi. Apa itu cancel culture, ternyata bisa sangat toksik dan membuat depresi. (iStockphoto/Prostock-Studio)
Jakarta, CNN Indonesia --

Aktris Korea Selatan, Kim Sae-ron ditemukan meninggal di rumahnya, semasa hidup dia pernah mengalami cancel culture yang membuat kariernya redup selama beberapa tahun.

Apa itu cancel culture yang sempat dialami Kim Sae-ron?

Cancel culture adalah praktik sosial di mana seseorang, biasanya figur publik, ditolak atau diboikot karena perilaku, ucapan, atau karyanya yang dianggap tidak sesuai dengan norma atau nilai yang berlaku di masyarakat. Fenomena ini sering terjadi di media sosial, seperti X, dengan petisi atau seruan massal untuk mengakhiri karier atau pengaruh seseorang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konsep cancel culture merupakan evolusi dari boikot yang telah lama dikenal dalam sejarah. Melansir Pew Research Center, istilah ini mulai populer pada 2017 ketika skandal pelecehan seksual Harvey Weinstein terungkap.

Sejak saat itu, banyak figur publik yang terlibat dalam skandal serupa mengalami boikot massal oleh masyarakat.

Terkait apa itu cancel culture sendiri, ada beberapa alasan umum mengapa seseorang mengalami cancel culture, mulai dari terlibat skandal, pernyataan kontroversial, karya yang tidak sesuai dengan budaya, hingga tindakan tertentu yang bisa menyakiti negara atau komunitas.

Tentunya, ada dampak yang dihasilkan dari fenomena cancel culture ini. Dampak tersebut bisa dialami individu yang dicancel. Mulai dari kehilangan pekerjaan, penolakan sosial, tekanan mental, bahkan dalam beberapa kasus, menyebabkan depresi berat atau bunuh diri.

Sementara dampaknya untuk masyarakat yakni, meningkatkan kesadaran terhadap isu sosial, tetapi juga bisa berujung pada pembungkaman kebebasan berbicara.

Kontroversi Cancel Culture

Meski bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban seseorang atas tindakannya, cancel culture sering kali dianggap sebagai bentuk persekusi digital atau cyberbullying.

Psikolog Koentjoro dari Universitas Gadjah Mada menyebut, bahwa fenomena ini dapat berkembang menjadi tindakan main hakim sendiri di media sosial, yang berpotensi merusak mental individu yang terkena dampaknya.

cyber bullying concept. people using notebook computer laptop for social media interactions with notification icons of hate speech and mean comment in social networkIlustrasi. Apa itu cancel culture bisa sangat toksik dan biasanya muncul di internet. (iStockphoto/asiandelight)

Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa cancel culture merupakan bentuk akuntabilitas sosial yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan etika dalam masyarakat.

Itulah jawaban terkait apa itu cancel culture, fenomena sosial yang penuh kontroversi, dengan dampak yang bisa positif maupun negatif.

Meskipun dapat digunakan untuk menegakkan tanggung jawab sosial, praktik ini juga bisa menjadi alat persekusi yang berlebihan.

[Gambas:Video CNN]



(tis/tis)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER