Seorang ibu mengeluh bahwa tidak ada perubahan berarti bagi penumpang pesawat difabel dalam 20 tahun terakhir. Hal itu ia sampaikan setelah kursi penopang tubuh anaknya tidak dimuat ke dalam penerbangan maskapai berbiaya murah Ryanair menuju Polandia.
Setelah dikirim tiga hari kemudian, kursi roda sang anak tersebut tiba dalam keadaan rusak.
Kirsty Diaso dan anaknya, Andre (3,5 tahun), terbang sendirian dari Bandara Dublin, Irlandia ke Warsawa, Polandia pada Sabtu, 28 Juni lalu. Andre menderita cerebral palsy serta quadriplegia dan tunanetra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diaso yang merupakan mantan pramugari dan anaknya naik pesawat Ryanair dengan nomor penerbangan FR1925 menggunakan ambulift OCS. Tanpa disadari, kursi roda itu tertinggal di Irlandia.
Saat mendarat, staf bantuan bandara naik ke pesawat dan memberi tahu keluarga itu bahwa kursi roda Andre masih berada di Dublin.
Diaso mengklaim staf berkata, "(Kursi roda) Itu tidak dimuat ke dalam pesawat, jadi Anda harus menggendongnya (Andre)."
"Yang saya temukan pada anak-anak difabel adalah orang-orang berharap Anda menggendong mereka, tetapi mereka tidak mengerti bahwa itu tidak semudah menggendong balita yang bisa berjalan," ujar Diaso, seperti dilansir The Independent.
Ia terpaksa menggendong Andre, dua tas ransel, dua koper, dan satu tempat tidur bayi sendirian melewati Bandara Nowy Dwór Mazowiecki. Ibu dan anak itu mengunjungi Warsawa untuk menjalani terapi khusus selama dua minggu.
Tanpa kursi roda, Diaso terpaksa tinggal di apartemen di ibu kota Polandia bersama anaknya selama tiga hari. "Ini benar-benar bencana, mengerikan, sangat menegangkan," katanya.
Diaso mengaku bahkan tidak bisa pergi ke toko untuk membeli air, karena ia bepergian sendirian dan tidak bisa menggendong anaknya yang difabel dalam waktu lama.
Saat mencoba mengisi formulir bagasi hilang, ia mengklaim bahwa staf hanya menawarkan kursi roda berukuran dewasa sebagai tempat duduk untuk Andre. Kejadian ini membuat Andre sangat stres, bingung, dan frustrasi.
"Menghilangkan hak seseorang atas kenyamanan dan martabat adalah hal yang berbeda. Ia tidak memiliki kaki, kursi itu adalah kakinya," tambah Diaso.
Ryanair akhirnya mengirimkan kursi tersebut ke Polandia pada penerbangan berikutnya. Meskipun alat bantu gerak itu tiba di Warsawa pada Minggu malam, kursi itu baru diantar ke klinik terapi pada Selasa pagi.
Saat tiba, Diaso melihat dudukan kaki kursi roda tersebut "terlepas sepenuhnya" dan harus diperbaiki. Selain itu, mekanisme lipatnya kini "seret."
Foto-foto yang dibagikan menunjukkan roda kanan kursi penopang tubuh itu bengkok menjauh dari rangkanya. Fannin, sebuah perusahaan alat kesehatan, memberi tahu Diaso bahwa kursi roda senilai 3.000 euro atau sekitar Rp52 juta itu "tidak bisa diperbaiki."
Diaso menyebut layanan pelanggan yang ia terima dari Ryanair saat menunggu kursi pendukung yang tertunda "benar-benar mengejutkan" dengan "tidak ada solusi yang ditawarkan."
Seorang agen layanan live chat Ryanair menyarankan Diaso untuk "bersabar" dan menambahkan bahwa mereka tidak bisa menjamin apa pun.
(wiw)