BRIN Tepis Klaim Vaksin mRNA Picu Kanker

CNN Indonesia
Rabu, 13 Agu 2025 08:30 WIB
Menanggapi klaim vaksin mRNA picu kanker, peneliti Pusat Riset Biomedis BRIN, Dr. Khariri, menegaskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah.
Ilustrasi vaksin. (iStock/hxyume)
Jakarta, CNN Indonesia --

Isu bahwa vaksin berbasis Messenger Ribonucleic Acid (mRNA) dapat menyebabkan kanker kembali mencuat. Menanggapi hal tersebut, peneliti Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Khariri, menegaskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah.

"Kalau kita boleh menjawab klaim bahwa vaksin mRNA tersebut menyebabkan kanker atau antiprotein penekanan tumor, ini bisa kita sebut sebagai informasi yang tidak berdasar atau tidak berbasis dari bukti ilmiah," kata Khariri di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa (12/8).

Ia menjelaskan, cara kerja vaksin mRNA hanya membawa instruksi untuk membuat protein sementara, seperti protein spike virus COVID-19. Proses ini terjadi di sitoplasma sel, bukan di inti sel tempat DNA berada. Oleh karena itu, mRNA tidak akan mengubah atau menyisip ke dalam DNA manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mekanisme Kerja dan Keamanan Vaksin mRNA

Khariri lebih lanjut menekankan bahwa mRNA tidak dapat berintegrasi dengan DNA manusia tanpa bantuan enzim reverse transcriptase, yang secara alami tidak dimiliki oleh tubuh manusia.

Ia juga menyebutkan bahwa tidak ada mekanisme dalam vaksin mRNA yang memungkinkan integrasi ke DNA. Berdasarkan data ilmiah, platform mRNA telah terbukti aman dan digunakan secara luas dalam pengembangan vaksin modern.

Terkait penyebaran informasi yang salah ini, Khariri menyebut hoaks sangat mudah tersebar di era media sosial. Untuk melawannya, edukasi publik menjadi kunci. Informasi ilmiah harus disampaikan dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bermakna ganda.

"Gunakan istilah-istilah yang setidaknya bisa diterima masyarakat dengan baik tanpa bermakna ganda," ujarnya.

Ia juga mengingatkan para peneliti, akademisi, dan tenaga kesehatan untuk selalu berfokus pada bukti ilmiah saat mengklarifikasi hoaks.

"Tekankan sebagai bukti, fokus pada bukti dan data ilmiahnya bahwa informasi tersebut memang tidak sesuai dengan data atau faktualnya," pungkas Khariri.

(wiw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER