Ahli jantung dan pembuluh darah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dokter Meity Ardiana menyebut, paparan suara ekstrem seperti sound horeg dapat memicu respons fisiologis yang berpotensi mengganggu fungsi kardiovaskular atau membahayakan jantung.
Hal itu dikatakan Meity, menyusul kasus meninggalnya seorang perempuan di Lumajang, Jawa Timur, yang dilaporkan tewas saat menyaksikan karnaval dengan iringan sound horeg.
"Pada orang yang sehat, kemungkinan dampaknya relatif kecil. Namun, bagi yang sudah memiliki faktor risiko seperti gangguan irama jantung, paparan suara keras dapat menjadi pencetus terjadinya aritmia atau henti jantung," kata Meity, Rabu (13/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kebisingan di lingkungan kerja atau hiburan merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung yang sering terabaikan.
"Paparan bising di atas 85 dB, jika terjadi secara terus-menerus, dapat memengaruhi pembuluh darah, memicu stres fisiologis, serta meningkatkan risiko penyakit jantung koroner," ucapnya.
Meity menjelaskan, dalam bidang kardiologi, pencegahan merupakan langkah utama. Ia mendorong adanya regulasi khusus untuk melindungi kelompok rentan, seperti lansia dan penderita penyakit jantung, dari paparan suara ekstrem di ruang publik.
Hal itu, kata dia, sejalan dengan prinsip manajemen risiko lingkungan kerja yang menempatkan kebisingan sebagai salah satu bahaya utama. Standar keselamatan kerja internasional merekomendasikan langkah preventif seperti audit kebisingan rutin, pemasangan peredam suara, dan penggunaan alat pelindung diri berupa earplug atau earmuff.
Meity menambahkan, pelajaran dari dunia kerja ini seharusnya dapat diadopsi dalam pengelolaan kegiatan publik.
"Kalau di tempat kerja saja ada batasan kebisingan dan kewajiban memakai pelindung telinga, maka di kegiatan hiburan pun seharusnya ada pembatasan agar aman bagi kesehatan," jelasnya.
![]() |
Ia mengatakan, risiko gangguan jantung akibat paparan suara keras kerap terjadi tanpa gejala awal yang jelas. Aritmia, misalnya, dapat muncul secara tiba-tiba dan berujung fatal.
"Jika tahu volumenya berlebihan, sebaiknya segera menjauh dari sumber suara," imbaunya.
"Apapun bentuknya, suara yang melebihi ambang batas aman akan berdampak buruk bagi jantung, baik pada usia muda maupun lanjut," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur bernama Anik Mutmainah dikabarkan meninggal dunia saat menyaksikan karnaval sound horeg, Sabtu (2/8) malam.
Hal itu terjadi saat korban menyaksikan acara selamatan desa untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI.
Di tengah menyaksikan pawai sound horeg, Anik tiba-tiba terduduk dan mengeluh pusing. Dia lalu pingsan dan tak sadarkan diri.
Kakak Anik yang mengetahui hal itu kemudian membawa adiknya ke RSUD Pasirian. Tapi, saat tiba di RS, Anik dinyatakan meninggal dunia.
Dokter jaga RSUD Pasirian dr Yessika, mengatakan, Anik sudah mengalami henti jantung dan henti nafas saat tiba di rumah sakit. Namun, penyebab kematian korban belum diketahui dengan pasti.
(frd/asr)