Suami dan Kantor Ramah Ibu Menyusui Jadi Resep Sukses ASI Eksklusif

CNN Indonesia
Jumat, 15 Agu 2025 20:00 WIB
Dukungan dari orang terdekat, terutama suami serta lingkungan kerja yang ramah ibu menyusui, menjadi penentu keberhasilan di masa awal kehidupan sang buah hati.
Ilustrasi. Dukungan suami dan lingkungan yang ramah ibu menyusui jadi resep sukses pemberian ASI eksklusif. (Istockphoto/ Warrengoldswain)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menyusui bukan hanya soal memberi makan bayi. Bagi banyak ibu, terutama yang juga bekerja, proses ini adalah perjalanan penuh cinta, perjuangan, dan kadang, rasa lelah yang menguras fisik dan emosi.

Dukungan dari orang terdekat, terutama suami serta lingkungan kerja yang ramah ibu menyusui, menjadi penentu keberhasilan di masa awal kehidupan sang buah hati.

Laporan Health Collaborative Center (HCC) bertajuk "Persepsi dan Dukungan pada Ibu Menyusui di Tempat Umum" yang dirilis bertepatan dengan Pekan Menyusui Sedunia 2025 menemukan fakta menarik. Ketika ibu menyusui didampingi pasangan, mayoritas responden menggambarkannya sebagai momen hangat, penuh cinta, dan membahagiakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dukungan pasangan dan inner circle hingga kantor adalah pendorong paling efektif dalam keberhasilan menyusui, terutama bagi ibu pekerja," kata Ray Wagiu Basrowi, peneliti utama sekaligus pendiri HCC, saat menyampaikan hasil penelitiannya dalam temu media yang digelar di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (8/8).

Ray menegaskan bahwa menyusui adalah aktivitas alami, sehat, dan penuh perjuangan, bukan sesuatu yang tabu atau memalukan.

Namun, studi HCC mengungkapkan realitas yang belum ideal, yakni 1 dari 3 orang Indonesia justru masih memiliki persepsi negatif terhadap ibu menyusui di ruang publik.

Dalam survei terhadap 713 responden, ditemukan bahwa 30 persen menyatakan tidak nyaman melihat ibu menyusui di tempat umum, 29,7 persen merasa gelisah, dan setengahnya sangat tidak setuju jika dilakukan tanpa penutup. Bahkan, hampir 3 dari 10 orang berpendapat ibu sebaiknya hanya menyusui di ruang khusus.

Penolakan terbesar datang dari lokasi yang umum digunakan masyarakat sehari-hari. Di antaranya 33,8 persen menolak menyusui di transportasi umum, 34,6 persen di taman atau ruang terbuka, 32,8 persen di kafe, dan 30,6 persen di tempat makan.

"Ini bukan sekadar soal kenyamanan visual. Ini soal hak dasar perempuan. Ketika masyarakat masih menolak praktik menyusui di ruang publik, berarti kita belum sepenuhnya mendukung ibu dan anak secara sosial," tegas Ray.

Lingkungan kerja yang ramah ibu menyusui

ilustrasi ibu menyusuiIlustrasi. Lingkungan berperan penting dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif. (Istockphoto/ Amax Photo)

Bagi ibu bekerja, tantangan menyusui tak hanya datang dari persepsi publik, tetapi juga dari keterbatasan fasilitas dan waktu di tempat kerja. Ruang laktasi yang nyaman, kebijakan cuti melahirkan yang memadai, serta fleksibilitas jam kerja bisa menjadi penentu apakah seorang ibu mampu mempertahankan pemberian ASI eksklusif atau tidak.

Ray menekankan bahwa perubahan budaya di lingkungan kerja sama pentingnya dengan penyediaan fasilitas fisik.

"Kita butuh lebih dari sekadar ruang laktasi. Kita butuh perubahan budaya," ujarnya.

Ray menyerukan penajaman kebijakan ruang publik yang ramah ibu menyusui serta kampanye edukasi nasional untuk melawan stigma visual. Ia juga mendorong adanya kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, tempat kerja, komunitas, hingga keluarga untuk membangun ruang sosial yang inklusif bagi ibu dan anak.

"Jika kita gagal menormalkan menyusui di ruang publik, maka kita gagal memahami makna paling dasar dari keadilan sosial dan kesehatan ibu-anak," tutup Ray.

(tis/asr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER