Anak-anak Jadi Kelompok Rentan Terkena Cacingan

CNN Indonesia
Minggu, 24 Agu 2025 18:34 WIB
Data menunjukkan, hampir 80 persen kasus cacingan ditemukan pada kelompok anak usia 5-10 tahun.
Ilustrasi. Anak jadi kelompok paling berisiko cacingan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Cacingan masih menjadi masalah kesehatan yang kerap menimpa anak-anak, terutama mereka yang berada di usia sekolah. Data menunjukkan hampir 80 persen kasus cacingan ditemukan pada kelompok anak usia 5-10 tahun.

"Kenapa? Karena mereka [anak-anak] aktif bermain di tanah, aktif bermain di luar. Edukasi mereka tentang perilaku hidup bersih dan sehat belum optimal, makanya anak usia sekolah yang paling banyak [cacingan]," kata Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI, Riyadi yang juga berpraktik di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung dalam webinar yang digelar IDAI, Jumat (22/8).

Kelompok kedua yang paling sering terinfeksi adalah anak pra-sekolah, yakni usia 2-5 tahun. Kata Riyadi, di masa ini, anak-anak sudah mulai berjalan, berinteraksi dengan lingkungan, dan tanpa sadar menyentuh tanah atau benda kotor yang bisa menjadi media penyebaran telur cacing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau anak usia 2-5 tahun ada yang melihat tanah, mikirnya ada mainan baru. Mereka pegang, padahal bisa saja ada telur cacing," kata Riyadi.

Jenis cacing yang paling sering menginfeksi adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Hewan parasit ini menyukai daerah hangat dan lembap, bahkan bisa bertahan hidup di tubuh manusia hingga 2 tahun.

"Kalau besar, hidupnya bisa di usus halus. Cacing jantannya bisa sampai 30 sentimeter (cm). Dan dia bisa hidup sampai 2 tahun," jelas Riyadi.

Satu ekor cacing gelang betina mampu menghasilkan sekitar 200 ribu telur setiap harinya. Jika tidak segera ditangani, infeksi bisa menyebabkan penumpukan cacing dalam jumlah besar.

"Kalau ada orang cacingan tidak diobati, dia buang air besar sembarangan. Satu orang anak saja bisa punya cacing sampai 1-2 kg," ungkap Riyadi.

Pernah angkat 3 kg cacing dari perut anak-anak

ilustrasi cacing pitaIlustrasi. Anak jadi kelompok paling rentan terkena infeksi cacing. (iStockphoto/Christoph Burgstedt)

Riyadi mengisahkan pengalamannya menangani seorang pasien anak dengan kasus kecacingan berat di RS Hasan Sadikin Bandung. Pasien tersebut datang dengan keluhan konstipasi dan nyeri perut berkepanjangan.

"Kita pernah dapat kasus di RS Hasan Sadikin, dapat cacing sampai 3 kilogram (kg). Setelah operasi, kondisinya baik," ujarnya.

Setelah cacing dikeluarkan melalui prosedur operasi dan diberikan obat untuk membunuh larva yang tersisa, kondisi anak itu berangsur membaik.

"Pasien sudah lama konstipasi, nyeri perut. Cacing dikeluarkan, minum obat cacing, sehat dia," tambah Riyadi.

Lebih lanjut, Riyadi menyebut infeksi cacing tidak selalu mudah dikenali. Saat masih berbentuk larva, cacing dapat memicu batuk-batuk mirip infeksi paru-paru, namun bukan TBC.

Jika sudah dewasa dan hidup di saluran cerna, gejalanya bisa berupa:

- mual dan nafsu makan berkurang,
- susah buang air besar karena cacing menyumbat usus,
- perut nyeri berulang,
- berat badan sulit naik,
- risiko stunting jika infeksi kronis.

"Kalau dia [cacing] hidup di saluran cerna, biasanya [gejala] jarang berat. Seringnya mual, nafsu makan kurang, susah BAB. Kalau sudah kronis, bisa jadi stunting," kata Riyadi.

Selain itu, cacing yang menumpuk dapat bermigrasi ke organ lain seperti usus buntu, saluran empedu, bahkan keluar melalui anus, hidung, atau mulut.

"Harus diingat, keluarnya cacing dari tubuh bukan menandakan ganasnya cacing. Bukan. Artinya jumlah cacingnya sudah banyak, sudah sampai bentuk dewasa," tegas Riyadi.

(tis/asr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER