Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of the American Academy of Dermatology (2016) menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi susu dengan peningkatan risiko jerawat, terutama pada remaja dan orang dewasa.
Susu dapat memengaruhi hormon tertentu, seperti insulin dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) yang berperan dalam pembentukan jerawat. Baik susu skim maupun susu rendah lemak, sama-sama bisa menyebabkan jerawat.
Meski penelitian lebih lanjut masih diperlukan, penderita jerawat yang merasa kondisinya memburuk setelah minum susu steril sebaiknya membatasi konsumsinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Healthline, beberapa penelitian mengindikasikan susu dan produk olahannya dapat memperparah kondisi eksim dan rosacea pada sebagian orang.
Meski ada juga studi yang menunjukkan efek positif susu terhadap rosacea, penderita yang merasakan gejala memburuk setelah minum susu steril sebaiknya berhati-hati.
Menukil laman Physicians Committee for Responsible Medicine, ada sejumlah penelitian yang mengaitkan konsumsi produk susu tinggi lemak dengan peningkatan risiko kanker payudara.
Studi menunjukkan, perempuan yang mengonsumsi keju tinggi lemak memiliki risiko kanker payudara lebih tinggi hingga 53 persen.
Konsumsi susu sapi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara hingga 30-50 persen, tergantung jumlah yang dikonsumsi.
Selain kanker payudara pada perempuan, konsumsi susu full-fat ataupun low-fat dikaitkan pula dengan peningkatan risiko kanker prostat.
Meta-analisis dari 32 studi pada 2015 menunjukkan, konsumsi tinggi produk susu dapat meningkatkan risiko kanker prostat secara signifikan.
Laki-laki yang mengonsumsi tiga porsi produk susu atau lebih per hari memiliki risiko kematian akibat kanker prostat lebih tinggi dibanding yang konsumsi kurang dari satu porsi.
Meskipun praktis dan relatif aman, beberapa kelompok orang dengan penyakit tertentu yang disebutkan di atas, sebaiknya menghindari minum susu, sekalipun sudah disterilisasi.
Kalau kamu termasuk dalam salah satu kelompok ini, konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan rekomendasi pola makan yang sesuai.
(rea/asr)