Kebiasaan mengenakan masker sebaiknya tidak ditinggalkan. Studi terbaru mengungkap polusi udara picu demensia.
Penyebaran Covid-19 memang sudah tidak seperti beberapa tahun lalu. Beberapa kebiasaan mulai ditinggalkan termasuk pakai masker. Padahal menurut studi terkini, polusi udara berkaitan langsung dengan risiko demensia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak seperti usia atau genetika, ini adalah sesuatu yang dapat kita ubah," kata Xiaobo Mao, ahli saraf di Johns Hopkins University dan peneliti utama studi, mengutip dari Guardian.
Peneliti memulai riset dari analisis rekam medis di rumah sakit meliputi 56,5 juta pasien Medicare AS. Mereka mengamati pasien pertama kali dirawat di periode antara 2000-2014 dengan kerusakan protein.
Bermodal kode pos pasien, peneliti memperkirakan paparan jangka panjang mereka terhadap polusi PM2,5. Partikel udara ini berukuran lebih kecil dari 2,5 per seribu militer dan dapat terhirup jauh hingga paru-paru, aliran darah, otak, dan organ lain.
Peneliti menemukan bahwa paparan jangka panjang PM2,5 meningkatkan risiko Lewy body dementia (LBD). LBD merupakan tipe demensia kedua paling umum setelah penyakit Alzheimer.
Lewy body terbuat dari protein alpha-synuclein. Protein ini sebenarnya penting untuk fugnsi otak yang sehat. Namun menumpuk dan menghasilkan Lewy body yang dapat membunuh sel-sel saraf dan memicu penyakit mematikan dengan menyebar lewat otak.
Peneliti membuktikan apa polusi udara picu demensia terutama LBD menggunakan hewan coba. Tikus dipaparkan polusi PM2,5 dua kali sehari selama 10 bulan. Beberapa tikus dibiarkan normal, sementara beberapa lain dimodifikasi secara genetik agar tidak memproduksi alpha-synuclein.
Hasilnya, pada tikus normal ditemukan sel-sel saraf mati sehingga otak menyusut dan kemampuan kognitif menurun.
Polusi PM2,5 mendorong pembentukan gumpalan alpha-synuclein yang agresif, tangguh, dan beracun serta mirip dengan Lewy body pada manusia.
Sebaliknya, tikus yang sudah dimodifikasi secara genetik sebagian besar tidak terpengaruh.
Meski penelitian dilakukan pada tikus, tapi hasil penelitian ini dianggap sebagai bukti yang meyakinkan.
Penelitian yang dipublikasi di jurnal Science ini pun mengisyaratkan upaya bersama untuk menjaga udara tetap bersih. Mao mengungkap upaya ini perlu dilakukan secara kolektif termasuk kebijakan soal udara bersih.
"Dengan mengurangi paparan kolektif kita terhadap polusi udara, kita berpotensi mengurangi risiko berkembangnya kondisi neurodegeneratif yang merusak ini dalam skala populasi yang luas," katanya.