15 Juta Anak Indonesia Alami Krisis Figur Ayah

CNN Indonesia
Jumat, 17 Okt 2025 12:00 WIB
Ilustrasi. Sosok ayah dalam keluarga sangat penting, terutama dalam masa pertumbuhan anak. (istockphoto/skynesher)
Jakarta, CNN Indonesia --

Fenomena fatherless atau ketidakhadiran sosok ayah dalam keluarga kini menjadi perhatian serius di Indonesia. Data menunjukkan, sekitar 15,9 juta anak Indonesia tumbuh tanpa peran ayah dalam hidupnya.

Dari jumlah tersebut, 4,4 juta anak hidup tanpa ayah, sementara 11,5 juta anak lainnya memiliki ayah yang bekerja lebih dari 60 jam per minggu, sehingga secara emosional tidak hadir dalam keseharian mereka.

Padahal, peran ayah sangat penting dalam membentuk kepercayaan diri, nilai moral, hingga kecerdasan emosi anak. Kehadiran figur ayah bukan hanya soal fisik, tetapi juga keterlibatan emosional dalam proses tumbuh kembang anak.

"Ketidakhadiran figur ayah tidak hanya dimaknai secara fisik, namun juga secara emosional," ujar Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahmat Hidayat, Kamis (16/10), mengutip website UGM.

Kata Rahmat, saat ini banyak keluarga yang mengalami ketidakhadiran ayah karena faktor pekerjaan yang menuntut mobilitas tinggi. Padahal, kehadiran ayah tetap dibutuhkan untuk mendukung perkembangan emosional dan sosial anak.

Menurut Rahmat, ada tiga proses utama dalam pembelajaran tumbuh kembang anak yang membutuhkan figur ayah, yaitu observasional, behavioral, dan kognitif.

Dalam pembelajaran observasional, anak belajar melalui pengamatan perilaku orang lain dan menirunya. Di sinilah peran ayah sebagai role model sangat penting.

"Anak belajar melihat, mengamati, dan menirukan. Proses ini sudah ada sejak masa kecil dan berlanjut seterusnya. Karena itu, penting siapa yang menjadi role model-nya," jelas Rahmat.

Selanjutnya, pembelajaran behavioral berkaitan dengan pembiasaan dan penguatan perilaku melalui reward dan punishment. Dalam konteks ini, ayah berperan sebagai sosok otoritas yang menetapkan batasan serta memberikan penghargaan atau koreksi terhadap perilaku anak.

Sementara dalam pembelajaran kognitif, interaksi verbal seperti nasihat dan dialog dengan anak membantu membentuk nilai moral serta kemampuan berpikir kritis. Ayah berperan sebagai pengarah berpikir dan pembentuk nilai.

"Ketiga elemen belajar ini membutuhkan figur yang komplit. Tidak adanya sosok ayah menghilangkan satu model peran penting dalam proses belajar anak," ujarnya.

Peran pengganti dan tantangan sosial

Meski begitu, Rahmat menilai bahwa peran ayah bisa digantikan secara terbatas oleh figur lain seperti ibu, guru, atau keluarga besar. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga hubungan emosional antara ayah dan anak, terutama bagi ayah yang bekerja jauh dari rumah.

"Ayah yang tidak bisa membersamai anak karena urusan pekerjaan justru bisa menjadi kebanggaan tersendiri bagi anak, asalkan hubungan keduanya tetap hangat," katanya.

Rahmat juga menyoroti perlunya peran aktif pemerintah dalam mengatasi fenomena fatherless melalui edukasi pranikah. Menurutnya, calon pasangan perlu memahami peran dan tanggung jawab sebagai orang tua sebelum membangun keluarga.

"Edukasi peran dalam menghadapi pernikahan harus menjadi bagian penting sebelum membangun komitmen berkeluarga. Kita sering menganggap pernikahan sebagai hal alami, padahal itu dunia baru yang menuntut kesiapan psikologis dan pemahaman peran antara ayah dan ibu," jelasnya.

Selain itu, Rahmat menilai bahwa pemerataan lapangan pekerjaan di luar Pulau Jawa perlu digalakkan untuk mengurangi angka keluarga yang mengalami fatherless. Ia menekankan, ketidakhadiran ayah bukan semata kesalahan individu, tetapi juga masalah struktural.

"Kehadiran ayah secara emosional sangat bergantung pada stabilitas sosial dan ekonomi keluarga. Ketika tekanan ekonomi tinggi dan pekerjaan menuntut mobilitas besar, interaksi emosional antara ayah dan anak cenderung berkurang," tuturnya.

(tis/tis)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK