Duduk Perkara Turis China Dapat Travel Warning ke Jepang
China peringatkan warganya untuk tidak bepergian ke Jepang, imbasnya kini saham perusahaan pariwisata dan ritel di Jepang turun drastis. Polemik ini mulai panas sejak Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, memberi komentar tentang Taiwan.
Seperti dilansir The Guardian, hubungan kedua negara ini tengah memanas dalam seminggu terakhir setelah Takachi membagikan pandangan agresifnya terhadap invasi China.
Takachi menyarankan angkatan bersenjata Jepang dapat ikut campur dalam konflik invasi China ke Taiwan, apabila situasi sudah dianggap mengancam keamanan Jepang. Komentar ini dinilai terlalu mencerminkan pandangan politis Partai Demokrat Liberal Jepang yang seperti anti China.
Sontak hal ini memicu kemarahan Beijing, yang kemudian membalas komentar tersebut dengan aksi memboikot Jepang sebagai tujuan wisata.
Pada hari Minggu (16/11), kapal penjaga pantai juga dikirim ke wilayah yang disengketakan kedua negara. Penjaga pantai China mengatakan, kapal-kapal ini melakukan "patroli penegakan hak" melalui perairan pulau Senkaku, pulau yang dikelola oleh Jepang tetapi juga diklaim oleh China sebagai pulau Diaoyu.
China yang menyerukan agar warganya boikot Jepang ternyata berdampak serius. Bahkan calon mahasiswa yang ingin bersekolah di universitas Jepang juga diminta untuk mempertimbangkan kembali.
Saham di perusahaan Jepang banyak yang anjlok akibat dari aksi boikot ini, mengingat China adalah sumber wisatawan terbesar di Jepang yang banyak menghabiskan uang untuk pakaian, kosmetik dan elektronik.
Saham perusahaan kosmetik Shiseido turun sembilan persen, saham grup department store Takashimaya turun lima persen, dan saham Fast Retailing (pemilik merek Uniqlo) turun empat persen.
Dampak dari aksi ini juga merembet ke sektor lain. Pada hari Senin, ada dua film animasi Jepang yang ditunda rilis di bioskop China tanpa batas waktu. Diklaim bahwa penundaan ini termasuk bagian dari tindakan balasan China.
Pada 7 November lalu, Takaichi mengatakan kepada parlemen Jepang mengenai pengiriman kekuatan militer Tokyo ke wilayah Taiwan yang diklaim oleh China.
"Jika keadaan darurat di Taiwan memerlukan kapal perang dan penggunaan kekuatan, maka itu bisa menjadi situasi yang mengancam kelangsungan hidup (Jepang)," kata Takaichi, dilansir dari The Guardian.
Sementara itu, aturan yang diberlakukan di Jepang menyebutkan bahwa mereka dapat bertindak secara militer hanya dalam kondisi tertentu, misalnya ada ancaman eksistensial.
Secara resmi, melalui dokumen komunike China-Jepang 1972 terkait hubungan bilateral, Jepang sepenuhnya memahami dan menghormati pendirian China mengenai Taiwan merupakan bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayah Republik Rakyat China.
Komentar kontroversial Takaichi muncul beberapa hari setelah ia bertemu dengan pemimpin China, Xi Jinping di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan, padahal di pertemuan tersebut ia dinilai ramah.
Di samping itu, kantor kepresidenan Taiwan menganggap Takaichi sebagai "teman setia". Beberapa kali ia mengunjungi Taiwan dan menyerukan kerja sama untuk mempererat hubungan, serta menjumpai perwakilan Taipei di KTT Apec.
Kemudian minggu lalu, China dan Jepang memanggil duta besar masing-masing. Beijing memperingati warganya untuk menghindari pariwisata ke Jepang.
Mencegah ketegangan semakin sengit, Direktur Jenderal Biro Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri Jepang, Masaaki Kanai akan menjumpai rekannya di Jepang, Liu Jinsong, pada Selasa.
Maksud dari perjumpaan ini agar Kanai bisa meredakan kemarahan China dengan meyakinkan bahwa tidak ada perubahan kebijakan militer seperti komentar Takachi. Kanai ingin mendesak China untuk menahan diri dari tindakan yang bisa merusak hubungan bilateral dua negara.
China dan Jepang memiliki hubungan mitra dagang yang kuat, tetapi mereka juga punya ketidakpercayaan historis dan gesekan sengit perebutan teritorial yang membuat hubungan ini menjadi rumit.
(ana/wiw)