Jakarta, CNN Indonesia -- Luka Modric mulai bermain sepak bola ketika Kroasia masih menjalani perang kemerdekaan, dan di Piala Eropa 2016 nanti ia akan memikul beban menjadi pemimpin serangan tim nasional negara Balkan tersebut.
Kroasia kembali akan berpaling kepada gelandang 30 tahun tersebut, sebagaimana juga Real Madrid, meski musim ini ia mengalami masa-masa yang naik turun baik di Liga Champions maupun Liga Spanyol.
Dengan kemampuan teknik mengolah bolanya yang superior, Modric mendapatkan julukan sebagai "Cruyff dari Kroasia" -- merujuk kepada maestro sepak bola yang meninggal dunia dua bulan lalu, Johan Cruyff.
"Perannya pada permainan tim sangat krusial," kata rekan setimnya, Sergio Ramos. "Ia tak pernah mendapatkan pujian yang cukup, tapi ia adalah tulang punggung tim kami."
Modric membantu Madrid mendapatkan gelar Liga Champions ke-10, dua musim lalu. Perannya bagi Kroasia akan lebih penting lagi, terutama untuk mencatatkan prestasi tertinggi -- melampaui fase perempat final, seperti yang mereka lakukan pada 1996 dan 2008.
Tentu saja musuh-musuh mereka di Grup D --Turki, Republik Ceko, dan juga juara bertahan Spanyol-- akan waspada pada potensi bahaya dari lini tengah Kroasia, yang juga berisikan gelandang Barceona, Ivan Rakitic, dua pemain Inter Milan Ivan Perisic dan Marcelo Brozovic, dan juga kawan Modric di Madrid, Mateo Kovacic.
Tapi Modric akan jadi musuh paling berbahaya.
Ketika masih berusia 22 tahun, ia menjadi pesepak bola Kroasia kedua sepanjang sejarah yang dipilih masuk ke dalam "Tim Terbaik Sepanjang Turnamen" versi UEFA, ketika ia pertama kali tampil di Piala Eropa delapan tahun lalu.
Setelah Piala Dunia 2014 berakhir, Modric menjadi satu-satunya pesepak bola Kroasia sepanjang sejarah yang terpilih masuk FIFA World XI.
Lahir dekat kota Zadar ketika negara Yugoslavia masih berdiri, Modric masih berusia enam tahun ketika perang Balkan pecah. Ia dan keluarganya kemudian terpaksa meninggalkan rumah, sementara ayahnya yang semula seorang mekanik pesawat harus bergabung dengan pasukan tentara Kroasia.
Keluarga Modric menjadi pengungsi, tinggal di sebuah hotel di Zadar. Tapi Modric kecil bisa pergi ke sekolah dan pada akhirnya berlatih di akademi sepak bola. Kesulitan finansial yang dialami keluarga Modric membuatnya menggunakan pelindung tulang kering yang dibuat ayahnya dari kayu.
Sebagai remaja Modric pernah ditolak klub raksasa Kroasia, Hajduk Split, karena fisiknya yang kecil. Di usia 16 tahun, Modric kemudian bergabung dengan Dinamo Zagreb yang dikenal sebagai musuh bebuyutan Hajduk.
Sempat dipinjamkan ke klub Zrinjski Mostar di Liga Bosnia yang terkenal keras, Modric terpilih sebagai Pemain Terbaik ketika usianya masih 18 tahun.
Ia lalu sempat menjalani masa peminjaman bersama Inter Zapresic sebelum kembali ke Dinamo Zagreb pada 2005. Bersama Zagreb, Modric menandatangani kontrak 10 tahun dan sempat bermain dengan penyerang Juventus saat ini, Mario Mandzukic.
Setelah berseragam Zagreb selama empat tahun, menciptakan 30 gol dan juga 29 assist, ia menandatangani kontrak empat tahun bersama Tottenham Hotspur yang kala itu masih dilatih Juande Ramos.
Meski musim pertamanya sempat terganggu cedera lutut, Modric tampil seperti berlian yang belum diasah. Demikian bunyi pernyataan rekan setimnya, Tom Huddlestone.
"Kemampuannya memainkan beberapa peran mungkin menjadi berkat sekaligus kutukan. Saking bagusnya, ia terpaksa bermain di luar posisi favoritnya beberapa kali."
Ketika Harry Redknapp datang menggantikan Ramos, Modric kembali ke peran alamiahnya di gelandang tengah. Ia kembali bersinar dan mendapatkan reputasi sebagai salah satu pengumpan paling bagus dan akurat di Liga Primer Inggris.
Redknapp pernah menggambarkannya sebagai "pemain yang teramat hebat dan juga impian setiap manajer". Setelah menampik tawaran dari Chelsea, karier Modric lebih menanjak lagi setelah pada 2012 ia pindah ke Real Madrid dengan kontrak lima tahun yang nilainya mencapai 30 juta euro.
Menjalani musim pertama yang biasa di bawah Jose Mourinho, Modric barulah menjelma menjadi monster di lini tengah ketika Carlo Ancelotti mengambil alih pada 2013 silam. Ia dengan mudah menjadi pengumpan paling efisien di madrid.
Tapi prestasi terbaiknya adalah ketika menjadi bagian penting perjalanan Madrid mendapatkan La Decima pada 2014 lalu dengan memberikan assist kepada Ramos di menit ke-93 -- gol yang membuat El Real menyamakan kedudukan sehingga mereka pada akhirnya menekuk Atletico Madrid 4-1.