Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Rusia melalui Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengecam penangkapan dan deportasi yang menimpa sejumlah suporter mereka di Piala Eropa 2016.
Kericuhan suporter yang terjadi sebelum dan setelah laga antara Rusia dan Inggris di Marseille memang masih menyisakan persoalan panjang.
Usai insiden tersebut pemerintah Perancis memutuskan untuk mendoportasi pemimpin Perhimpunan Suporter Rusia, Alexander Shprygin, beserta dengan 19 suporter Rusia lainnya. Sebelum itu, mereka sempat ditahan otoritas keamanan saat berusaha pergi dari Marseille ke Lille untuk menyaksikan laga Rusia melawan Slovakia, Rabu (15/6).
Penahanan dan deportasi itu langsung mendapat kecaman dari Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, lantaran otoritas Perancis dianggap tak memberikan indormasi kepada kedutaan Rusia di Marseille terkait dengan penahanan dan deportasi itu.
"Itu merupakan insiden yang tak bisa diterima, ketika sebuah bus yang berisikan 40 lebih suporter Rusia dihentikan oleh polisi," ujar Lavrov kepada Stade Duma, majelis rendah di parlemen Rusia.
Meski mengaku tindakan suporter Rusia selama perhelatan Piala Eropa di luar batas kewajaran, Lavrov juga menyatakan otoritas Perancis seharusnya juga tak mengabaikan provokasi yang dilakukan oleh suporter lawan.
"Kita tidak bisa menutup mata kita, mengabaikan provokasi yang dilakukan suporter dari negara lain," ujar Lavrov melanjutkan.
Rusia sendiri telah memanggil duta besar Perancis untuk Rusia, Jean-Maurice Ripert, setelah pidato Lavrov di Duma.
Namun, dalam pernyataannya di situs resmi kedutaan Perancis, Ripert tetap menegaskan tekad Perancis bersama dengan UEFA berusaha memberantas pembuat masalah yang merusak pesta olahraga, Piala Eropa.
Setelah kericuhan di laga melawan Inggris, Rusia sendiri mendapatkan peringatan keras dari UEFA dan langkah mereka di Piala Eropa bisa langsung berakhir jika ada suporter mereka yang berulah lagi di dalam stadion.
(ptr)