Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perfilman sedang diramaikan film-film petualangan remaja. Setelah
The Hunger Games, makin banyak film serupa. Sebut saja
City of Bones,
Divergent, sampai
The Maze Runner.
Masing-masing film menampilkan fiksi fantasi yang seru. Tokoh-tokohnya ditempatkan dalam tempat fiktif dan dibekap dengan teror mencekam. Itu dikenal dengan istilah distopia.
Rupanya, itu digandrungi para remaja. Sekuel
The Hunger Games sukses menjadi film terlaris tahun 2013.
Divergent juga merajai
box office. Diprediksi,
The Maze Runner akan mengekor kesuksesan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut psikolog Ratih Ibrahim, itu tak lepas dari sajian menarik yang dijanjikan film fiksi fantasi. Dihubungi
CNN Indonesia, Jumat (19/9) Ratih mengatakan, saat ini teknologi sangat membantu.
“Film-film yang disajikan dengan kualitas yang menarik, ditambah pemainnya cantik dan tampan, tentu saja akan menarik minat para remaja,” ujar Ratih menjelaskan.
Apalagi, remaja identik dengan masa-masa asyik untuk mengeksplorasi berbagai hal. Bagi produser dan sutradara, itu peluang. Fim-film petualangan pun diciptakan untuk memikat mereka.
Pada dasarnya, diterangkan Ratih, remaja memang berada pada usia bereksplorasi. Itu upaya mereka membentuk diri sendiri. Di usia itu, remaja cenderung ingin menantang berbagai hal di sekitarnya. Film-film dengan imajinasi dan memacu adrenalin pun sangat menggiurkan bagi mereka.
“Remaja itu sedang mengalami usia gelisah, usia mencari jati diri. Dengan film-film seperti ini, semua indera pada remaja akan distimulasi dan mengolah daya imajinasi serta realita mereka,” kata Ratih.
Namun sebenarnya, menurut Ratih, film-film fiksi fantasi dan petualangan tidak hanya menarik bagi remaja. Orang-orang dewasa pun menyukainya. “Semua orang suka berimajinasi,” ujarnya lagi.
Ratih menambahkan, tidak hanya film petualangan yang menarik bagi remaja. Jika kualitas film itu baik, tidak perlu kisah seperti
The Hunger Games atau
The Maze Runner untuk memikat mereka.