Jakarta, CNN Indonesia -- Maestro piano Ananda Sukarlan membawa cintanya pada nusantara lewat pergelaran Rapsodia Nusantara di Titan Center, Bintaro, Sabtu (20/9).
Menyelesaikan sebuah komposisi musik daerah yang diikat dengan jiwa klasik, barangkali hanya musisi jenius yang dapat menginterpretasikannya.
Berada di tengah pertunjukan piano tunggal Ananda ibarat merasakan kehadiran Mozart atau Beethoveen kembali dalam diri seorang laki-laki berdarah Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Rapsodia Nusantara adalah karya-karya saya yang berdasarkan lagu-lagu rakyat di Indonesia. Ini adalah salah satu cara saya untuk memperkenalkan budaya kita di luar negeri,” kata lelaki yang biasa disapa Andy ini kepada CNN Indonesia di Konser Rapsodia Nusantara, di Gedung Titan Center, Bintaro, Sabtu (20/9).
Sebelumnya memang karya-karya ini lebih banyak dimainkan di luar negeri. Bukan hanya oleh saya tetapi juga oleh pianis lain yang kebanyakan dari Eropa, tapi sekarang sudah mulai di Amerika.
Ini adalah salah satu diplomasi kebudayaan supaya budaya Indonesia bisa lebih dikenal di dunia internasional dengan instrumen yang lebih universal yakni piano. Rapsodia Nusantara dikemas dengan musik yang lebih klasikal.
"Saya kira cara tersebut akan lebih mudah dipergelarkan dimana-mana dengan satu pianis saja."
Para pengunjung adalah orang-orang yang paham gubahan piano. Konser ini tak hanya menarik minat para orang tua tetapi juga anak kecil dan remaja. Para penggemar piano ini bergantian memainkan piano yang disediakan di Lobby Titan Center, dan menarik perhatian orang untuk menontonnya.
Saat pertunjukan dimulai seluruh bangku hampir terisi penuh di gedung pertunjukan Titan Center yang berkapasitas 400 kursi tersebut. Meski Ananda menjadi bintang di pertunjukan piano tunggalnya, pertunjukan ini memberikan tempat bagi dua harpis muda Jessica Sudarta dan Lisa Gracia Supadi.
Penampilan Rio Silaen dan paduan suara Voice of Indonesia turut memberi warna di konser Rapsodia Nusantara.
Ananda mengutip sepenggal kata bijak dari penulis puisi Persia Rumi sebelum simfoni pertamanya diawali. "
Anything you lose comes round in another form," kata sang maestro peraih penghargaan Dharma Cipta Karsa dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Juli lalu.
Persembahan simfoni yang gelap dimulai, membawa hati pada perasaan sedih. Ketika sukma meresapinya, permainan berhenti seketika. Pianis kebanggaan bangsa itu bangkit dari kursinya lalu membungkuk pada penonton.
"Itu baru hidangan pembuka," katanya semakin membuat penonton penasaran.
Simfoni utama Rapsodi Nusantara tiba. Gubahan pertama Ananda di pergelaran malam itu adalah Rapsodi Nomor 5
Angin Mamiri. Lagu pop daerah Makasar melebur dalam sebuah unsur klasik yang elok.
Namun bukan klasik tanpa keruwetan ritme di dalamnya. Irama piano sederhana Angin Mamiri seketika menjadi rumit khas era klasik.
Terilhami oleh kisah Romeo dan Juliet yang diakui oleh sang maestro jadi hikayat penghantar tidurnya. Ananda terinspirasi menuliskan gubahan yang sangat romantis berjudul
Call Me But Love.
"Ini adalah situasi di balkon ketika Romeo dan Juliet memutuskan menikah. Sangat sedih, dan ini adalah interpretasi saya," katanya tentang cerita karya Shakespeare di persembahan keduanya.
Dan benar ini memang simfoni sedih. Tapi entah kenapa lagu sedih sekalipun dapat membawa perasaan damai.
Saat lagu indah dirangkaikan dalam simfoni klasik, hasilnya adalah kemegahan. Seperti pada irama
Sepasang Mata Bola. Ananda membawa intro klasik pada sebuah klimaks yang mempermainkan emosi penonton.
Namun, nada itu dibumikan kembali ke irama asli karya komposer Ismail Marzuki itu.
Penampilan dua harpis IndonesiaDua harpis jelita Jessica Sudarta dan Lisa Gracia Supadi menampilkan persembahan istimewa untuk Rapsodia Nusantara. Lewat petikan harpanya Jessica mengalunkan karya era klasik Barok pada 1600 – 1750.
Peraih perunggu di ajang AIPAF Piano Competition di Korea tersebut membawakan karya komposer barok kelahiran Jerman George Frideric Handel bertajuk
Passacaille yang ditranskripkan untuk harpa oleh Tiny Beon.
Sementara Lisa Gracia Supadi berikan kejutan pada sejumlah nomor lagu nasional dan daerah, seperti
Bungong Jeumpa dari Aceh,
Tanah Airku, Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat), dan
Bengawan Solo.Harpa rupanya bisa mendendangkan beragam rasa, dari riang, syahdu, sampai yang diam-diam membuat orang menyungging senyum. Pada lagu Aceh
Bungong Jeumpa, Lisa memainkan dua alat musik, harpa dan drum.
Tangan dan kakinya terkoordinasi baik antara memetik harpa dan menabuh drum kaki.
Dalam wawancara dengan situs CNN Indonesia, Lisa mengatakan bahwa dia mengenal baik Ananda. "Kak Ananda sebetulnya adalah idola saya sejak lama. Saya banyak mendegar lagu-lagu karangan beliau," kata Lisa.
Mei, pengunjung asal Serpong mengatakan dirinya puas dengan penampilan Ananda Sukarlan serta dua harpis Jessica dan Lisa. Mei sendiri adalah pemula di dunia piano klasik.
Ketertarikannya belajar piano lantaran anaknya yang mengikuti kursus piano sejak usia 4 tahun sampai usianya sekarang 7 tahun. "Saya dan anak saya belajar bermain piano bersama," kata Mei.
Ananda bahkan tidak mengingat lagi sudah berapa kali karya Rapsodia Nusantara miliknya dimainkan.
"Tapi kalau saya paling sedikit sudah 40 sampai 50 kali pergelaran. Mungkin dengan pianis-pianis lain sudah sampai hingga ratusan kali. Tidak hanya di Indonesia saja dan kebanyakan memang tidak dipentaskan di Indonesia," kata Ananda usai konser Rapsodia Nusantara.