Jakarta, CNN Indonesia -- Layar bioskop tak henti dibombardir pahlawan super. Mulai dari tokoh lama yang dipermak ulang seperti Batman, Superman, dan Spiderman, sampai jagoan baru seperti Iron Man atau Thor.
Daftar mereka bahkan masih mengantre hingga lima tahun mendatang. Menariknya, hampir setiap film laris manis. Rumah-rumah produksi selalu bisa meraup untung triliunan dari situ.
Di balik itu, kata pengurus Cinema Poetica. Adrian Jonathan Pasaribu, ada budaya komik Amerika yang sangat kuat. Seperti diketahui tokoh-tokoh karya dua raksasa komik, Marvel dan DC, telah mengakar kuat dalam kehidupan anak-anak dan remaja di Amerika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 1980-an dan 1990-an, popularitas komik itu membuat film pahlawan super seperti
Batman dan
Superman sangat diminati.
Dihubungi
CNN Indonesia, Jumat (7/11) Adrian menjabarkan, budaya komik yang kuat kemudian berkembang dan secara tak langsung melahirkan sineas yang terobsesi dengan tokoh superhero dalam komik. Salah satunya: Christopher Nolan.
Sutradara trilogi Batman itu berhasil membawa pahlawan kelelawar menjadi lebih tenar dan berkelas. Padahal film terakhir Batman,
Batman and Robin (1997) menuai banyak kritik.
Didukung teknologiAdrian juga melihat ada pergeseran dari produksi film superhero dulu dan sekarang. Menurutnya, di masa lalu film digarap kurang baik. Unsur komedinya juga lebih menonjol.
Kini, seiring perkembangan teknologi, film superhero digarap lebih serius dan matang. "Teknologi yang meningkat dan ditangani orang yang tepat," katanya.
Adrian menampik anggapan bahwa larisnya film superhero hanya disebabkan adegan-adegan fantastis yang tidak ada di film laga lain. Katanya, film laga maupun fiksi ilmiah juga bisa laris. Adegannya pun tak kalah fantastis.
"Ini karena pasar saja. Batman dan Superman sudah jadi produk
franchise sejak lama," ujarnya.