Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Dwiki Dharmawan, musisi jazz sekaligus penggagas Jazz @Kota Tua menyelenggarakan panggung sehari penuh, Sabtu (13/12) di Kota Tua tidak salah. Jazz memang lekat dengan masa kolonial.
Alunan terompet, piano, dan saksofon yang belakangan
booming dan dikenal sebagai jazz, sejatinya sudah lama akrab dengan kuping masyarakat Indonesia. Embrio jazz Tanah Air disebut-sebut tumbuh bersamaan dengan merebaknya musik itu di New Orleans, Amerika Serikut, tahun 1900-an.
Namun, tidak ada satu bukti kemunculan jazz di tahun itu. Yang jelas, baru tahun 1920 diketahui ada band beraliran jazz di Makassar, dengan nama Black & White. Salah satu personelnya adalah pencipta lagu Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu dekade kemudian, muncul lagi sebuah band dengan napas musik yang sama. Kali ini di Jakarta, bernama Melody Makers dan dimotori Jacob Sigarlaki.
Bagaimana mereka bisa mengenal jazz? Terdapat setidaknya tiga versi yang menjelaskan itu. Sudibyo PR, seorang pencinta jazz menyebutkan, orang pertama yang bermain musik itu adalah sesosok tentara dari Aceh. Ia menjadi pemain musik yang biasa dipanggil pejabat Belanda.
Ada lagi yang menuturkan, masuknya jazz ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Filipina yang datang mencari kerja ke Indonesia. Versi ketiga, musik itu masuk bersama seorang pemain saksofon asal Belanda yang ke Indonesia dan membentuk band jazz.
Yang mana pun versi yang benar, suntikan jazz ternyata berkembang pesat. Muncul beberapa band dan musisi tunggal yang mengkhususkan diri di bidang itu. Salah satu legenda, adalah Jack Lemmers alias Jack Lesmana, ayah dari Indra Lesmana.
Jack anggota band jazz ternama tahun 1945-an dari Surabaya. Ia meneruskan darah jazz pada putranya, yang sampai sekarang masih eksis berkiprah di dunia jazz.
Sejak masa Jack dahulu, peminat jazz memang segelintir. Ia aktif menggelar pentas jazz di Taman Izmail Marzuki dan tampil di TVRI. Namun, penontonnya sedikit. Bahkan pernah hanya tiga orang.
Musik jazz dengan lantunannya yang begitu mengalun pun dianggap eksklusif. Padahal jika dilihat dari akarnya, ia dipengaruhi musik Eropa dan Afrika. Nada-nada Afrika yang diadaptasi dalam musik jazz, biasanya digunakan oleh kaum budak di sana.
Bagaimana pun, jazz masuk ke Indonesia lewat 'kemasan' mahal. Pada masa-masa kolonial, musik itu ditampilkan di hotel-hotel. Penikmatnya para petinggi Belanda dan golongan pribumi yang bangsawan.
Kini, jazz kembali mencari jati diri dengan membumi. Banyak festival jazz di Indonesia, yang diselenggarakan di tempat terbuka sebagai salah satu cara menyentuh audiens. Salah satunya, Jazz @Kota Tua.