Angin Segar bagi Musisi Tanah Air di Rumah Bernyanyi

CNN Indonesia
Selasa, 27 Jan 2015 09:50 WIB
Aturan baru tersebut mengatur dengan lebih rinci hak-hak para seniman untuk lebih dihargai sebagai pekerja kreatif.
Ilustrasi karaoke (DragonImages/thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dari tahun ke tahun, tempat karaoke atau rumah bernyanyi selalu saja dihadapkan pada persoalan yang sama: lisensi lagu. Pemilik rumah karaoke kerap dikecam dan digiring ke pengadilan, karena tidak memiliki lisensi atas lagu-lagu milik banyak musisi.

Kini, sudah ada solusinya. Pengesahan Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 menghadirkan angin segar, khususnya bagi seniman musik di Indonesia. Aturan baru tersebut mengatur dengan lebih rinci hak-hak para seniman untuk lebih dihargai sebagai pekerja kreatif.

Dengan begitu, rumah bernyanyi wajib membayar hak atas lagu-lagu yang digunakannya. UU Hak Cipta terdahulu hanya mengatur royalti bagi pencipta lagu, namun kini undang-undang juga mengatur hak bagi pihak terkait yakni produser rekaman serta pelaku pertunjukam alias penyanyi dan pemusik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pelaku pertunjukan juga punya hak. Kalau pengusaha karaoke tidak mau membayar hak, jangan menggunakan karyanya," kata Leo Famli, SH, pengacara Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asirindo) saat jumpa pers di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (26/1).

Asirindo adalah lembaga manajemen yang memayungi 81 perusahaan rekaman di Indonesia. Menurut Leo, Asirindo akan melakukan tindakan hukum bagi pengusaha rumah karaoke yang membandel.

Sebelumnya, Asirindo telah melayangkan somasi pada 15 Desember tahun lalu kepada rumah-rumah bernyanyi untuk taat aturan. Somasi kedua pun telah dilayangkan. Meski demikian, baru segelintir rumah bernyanyi yang telah memegang lisensi Asirindo.

"Tinggal tunggu tanggal main bahwa kami akan melakukan tindakan hukum dengan pelaporan kepada pihak berwajib kalau rumah karaoke tidak menghargai hak-hak produser dan pelaku pertunjukan," tegasnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan UU Hak Cipta No. 28/2014, pelaku pertunjukan memiliki hak ekonomi berupa hak ekslusif terkait penggandaan, pendistribusian, dan penyediaan karya. Dalam konteks ini, rumah bernyanyi wajib membayar hak berupa penggandaan dan penyediaan lagu di unit usahanya.

"Uang yang dibayarkan hanya bisa kita transfer ke rekening artis. Itu komitmen kita ke Dirjen HKI,  Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual," kata Jusak Irwan Sutiono, Direktur Asirindo menjelaskan sistem pembayaran royalti kepada pelaku pertunjukan.

Saat ini, rumah bernyanyi yang memiliki lisensi Asirindo telah membebankan biaya sebesar Rp 20 ribu setiap ruangan untuk pembayaran royalti kepada pelanggan. Biaya tersebut di luar biaya sewa ruangan dan pembelian makanan.

Menurut Jusak, mulai 2016 mendatang, sistem baru bernama pay per play akan diberlakukan di rumah-rumah bernyanyi berlisensi. Artinya, pelanggan harus membayar untuk setiap lagu yang dimainkan.

"Satu lagu dikenakan biaya Rp 500 hingga Rp seribu, nanti di tagihan akan ada rincian harga makanan yang dipesan, sewa ruangan, dan lagu yang dinyanyikan," katanya menjelaskan.

Menariknya, UU Hak Cipta No. 28/2014 juga mengatur tentang hak fidusia bagi pelaku pertunjukan. Maksudnya, para artis nantinya bisa menjaminkan hak yang diterimanya ke bank atau disebut sebagai hak fidusia.

"Bagi para artis, UU ini memang menjanjikan tetapi perjuangannya masih panjang. Jadi, mari para artis berjuang bersama," ujar Leo.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER