Jakarta, CNN Indonesia -- Terkait dengan kekisruhan yang terjadi dalam tubuh Lembaga Sensor Film, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meminta kekisruhan ini tidak dibawa seperti kisruh organisasi masyarakat ataupun partai politik, terutama setelah Anwar Fuady mendeklarasikan diri sebagai ketua LSF yang baru menggantikan Mukhlis Paeni, pada pagi tadi (12/3) di Gedung Film, Jakarta.
"LSF itu bukan ormas atau parpol. Janganlah pakai cara-cara seperti deklarasi-deklarasi itu," ujar Dirjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan di gedung A Kemendikbud usai rilis Hari Film Nasional (12/3).
Kekisruhan LSF ini terjadi setelah ada keterlambatan seleksi anggota LSF yang baru akibat Peraturan Pemerintah (PP) tentang LSF baru ditetapkan Presiden pada 11 Maret lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan rilis yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, guna mengisi kekosongan anggota LSF hingga terbentuk kepengurusan yang baru, maka dilakukan perpanjangan masa kepengurusan LSF 2009-2012 melaui Keputusan Mendikbud No.032/P/2012.
Sedangkan hasil seleksi untuk kepengurusan yang baru sudah diajukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan kepada Presiden pada 15 Oktober 2014.
Hasil seleksi tersebut berupa 34 calon anggota yang terdiri dari 24 orang dari unsur masyarakat, dan 10 orang dari unsur pemerintah. Di antara 34 orang tersebut, akan terpilih 17 orang yang menjadi anggota penuh (
full time) dan beberapa tenaga sensor yang bersifat membantu anggota LSF.
Namun sejak diajukan kepada Presiden, belum ada persetujuan dari DPR yang menyebabkan Presiden tidak dapat membuat keputusan untuk menetapkan anggota LSF. Hal itu seperti yang tertulis di surat balasan dari Mensesneg kepada Mendikbud tertanggal 19 Februari 2015.
"Jadi posisi kami sekarang adalah menunggu disahkannya anggota LSF yang baru," ujar Kacung. "Sedangkan untuk ketua, itu hak internal mereka, karena sesuai PP tentang LSF, ketua LSF dipilih oleh anggota LSF sendiri,"
Penyeleksian calon anggota baru LSF sudah dimulai sejak Mei 2014 dan terjadi dalam tiga tahapan. Seleksi yang dilakukan kepada para bakal calon adalah karya tulis; pengetahuan nilai tradisi dan budaya; pemahaman asas, tujuan, fungsi, dan perfilman; pemahaman tentang sensor film; pemahaman tentang perfilman dan penyiaran TV; serta kompetensi atau kepakaran yang dimiliki.
Kekisruhan yang diakibatkan keterlambatan ini mengancam surat lulus sensor untuk segala produk perfilman dan TV terancam terganggu. Sedangkan surat lulus sensor merupakan syarat produk perfilman dan TV untuk dapat tayang ke publik.
"Kami mengharapkan para anggota LSF untuk duduk bersama, berunding secara kekeluargaan membahas permasalahan ini agar tidak ada dualisme kepemimpinan dan akhirnya merugikan masyarakat," ujar Kacung.
Lembaga Sensor Film sendiri merupakan lembaga yang secara administrasi berada di bawah Sekertaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
(end/vga)