Jakarta, CNN Indonesia -- “Ketika otak tak lagi berpikir, pikiran tak lagi bekerja, maka kehidupan pun tak lagi berjalan,” kata Sitor Situmorang saat merayakan ulang tahun ke-85 di Erasmus Huis, Jakarta, pada 2008.
Sang penulis “berbahaya” yang ditakuti rezim Orde Baru ini telah tiada pada 20 Desember 2014 di Belanda, dalam usia 91 tahun. Namun pemikiran, juga kenangan tentang Sitor, terus berjalan.
Demi mengenang 100 hari kepergian Sitor, Akademi Jakarta, Dewan Kesenian Jakarta, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin berencana menggelar acara peringatan pemikiran Sitor Situmorang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Babe adalah sosok yang kurang banyak dikenal hari ini. Ia punya jejak di seluruh lapisan sosial kita,” ujar sejarawan Komunitas Bambu JJ Rizal, menyebut Sitor dengan panggilan akrab, Babe.
Pria Batak kelahiran Harianboho, Sumatra Utara, 2 Oktober 1923, ini dikenal sebagai penulis multitalenta yang menelurkan seabrek karya, dari puisi, esai, cerita pendek (cerpen), juga jurnalisme dan kritik sastra.
Sebelum hijrah ke Eropa, ia sempat menempuh pendidikan sinematografi di University of California (1956–57). Satu dekade kemudian, ia dipenjara oleh rezim Orde Baru, dan dibebaskan pada 1976, tanpa proses pengadilan.
Sitor sempat merasa dirinya manusia yang bukan manusia. Setelah bebas, ia merilis
Lembah Kekal (2004) dan
Biksu Tak Berjubah (2004). Ia juga sempat mengikuti Ubud Writers and Readers Festival 2010.
Acara bertajuk
100 Kenangan Sitor Situmorang akan digelar berbarengan dengan momen 100 hari kepergian Sitor, pada 20-22 April 2015, di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Sementara itu, di lobi Teater Kecil, akan diadakan kegiatan bertema
Belajar Menjadi Indonesia yang menampilkan berbagai sisi Sitor dan terbuka untuk umum.
“Akan ada pameran foto koleksi Poriaman Sitanggang yang akan mengangkat perjalanan Sitor ke Toba,” kata Logo Situmorang, putra mendiang Sitor.
Pada hari pertama (20/4), Kineforum juga akan memutar film
Darah dan Doa (
The Long March, 1950) karya Usmar Ismail, yang naskahnya ditulis oleh Sitor.
“Tidak banyak yang tahu kalau sosok Sitor pernah akan diajak membuat film bersama Akira Kurosawa. Ia dijadwalkan menulis naskah bersama Yukio Mishima, sayang proyek ini lantas berakhir,” kata JJ Rizal.
Pada hari ke-dua (21/4), akan diadakan pameran proyek reinterpertasi sampul buku Sitor bersama Komunitas Gambar Selaw dan Rumah Pembaca Indonesia. Karya Sitor diinterpretasi ulang secara modern.
Masih banyak agenda lain yang mengisi acara peringatan 100 hari Sitor. Ada peluncuran buku
Kumpulan Cerpen Ibu Pergi ke Surga karya Sitor, dan dilanjutkan diskusi
Belajar Menjadi Indonesia.“Buku ini adalah sosok lain Sitor yang jarang dikenal,” kata JJ Rizal. “Melalui cerpen-cerpennya kita akan melihat pengaruh besar Sitor dalam kesusastraan dan film Indonesia.”
Pada hari ke-tiga (22/4), komunitas We-Wo siap mengajak fans belajar
Seni Sablon Sitor Situmorang. Dengan begitu, terjalin interaksi personal antara fans dan sosok Sitor melalui karya seni terapan.
Sebagai pemungkas, diadakan malam puncak acara peringatan
100 Kenangan Sitor Situmorang yang menyuguhkan aksi musik, sastra, film, serta kesaksian banyak orang atas pemikiran Sitor tentang
nation building."Kata orang bijak, kehidupan seseorang bernilai bukan dilihat dari panjangnya, tetapi dari banyaknya karya di dalamnya,” ujar Gulon Situmorang mewakili pihak keluarga.
Malam peringatan
100 Kenangan Sitor Situmorang akan dimeriahkan musik Batak tradisional oleh Korem Sihombing dan Guntur Sihotang.
Selain pembacaan karya, komika Sammy Not A Slim Boy akan mengocok perut lewat aksi
stand up comedy-nya. Tak ketinggalan, musisi muda Frau dan Danilla siap menampilkan aksi terbaiknya.
Dalam siaran pers yang dibagikan panitia acara kepada awak media, pada hari ini (16/4), disebutkan “Sitor Situmorang telah menjalani kehidupan yang panjang selama 90 tahun lebih, diwarnai banyak karya dan peran yang mendapat apresiasi dan penghargaan baik nasional maupun internasional.”
“Sebagai keluarga, kami menyadari bahwa Pak Sitor sudah menjadi milik bangsa," kata Gulon. “Karena itu, kami dengan sadar ingin mempersembahkan acara ini sebagai sumber inspirasi bagi kaum muda Indonesia dalam berkarya dan membentuk jati diri.”
(vga/vga)